MAHEZA
RUMAH UNTUK CINTA
Trixnml
Di bangku taman yang sepi, hanya ditemani cahaya bulan yang begitu terang. Seorang laki laki tampan tengah duduk menatap bulan yang begitu indah. Ia tersenyum, membayangkan wajah gadis pujaannya sedang berdiri di hadapannya. Hati nya sangat gembira. Malam ini, gadis yang telah Ia tunggu selama 5 tahun akhirnya kembali.
"Aku pikir, aku selalu merindukanmu, cintaku. Seperti bintang yang merindukan matahari di langit pagi, aku tak bisa bertahan selamanya tanpa kehadiran mu". Ia kembali tersenyum, membayangkan pertemuannya dengan gadis yang telah Ia tunggu selama bertahun tahun.
"Apa yang harus aku lakukan ketika kita bertemu? Apa aku harus langsung memelukmu? Atau menyapa mu dengan senyuman dan bertanya kabar? Agrhh, itu membuatku bingung. Seandainya saja waktu itu kau tidak pergi meninggalkan ku, mungkin kita bisa bersama sampai sekarang. Aku sangat rindu akan suara mu. Aku rindu senyuman mu. Aku rindu semua tentang mu, Arimbi Nareswari". Nama yang begitu indah. Nama yang selalu membuatnya tenggelam dalam kerinduan. Besok, kerinduan itu akan terbayar oleh pertemuan yang selama ini Ia nantikan.
Hari yang ditunggu telah tiba. Maheza bangun lebih awal. Senyumannya tak pernah hilang dari wajah tampannya. "Arimbi, tunggu aku, hari ini kita akan bertemu". Ia membawa sebuah buket bunga yang begitu Indah. Penampilannya terlihat lebih rapi hari ini. Dengan mengendarai motornya, Ia pergi menuju rumah seseorang yang sangat Ia rindukan. Hatinya berseri-seri bagai bunga yang mekar di pagi hari. Membayangkan wajah cantik Arimbi yang tersenyum, membuat jantung Maheza berdetak lebih kencang. "Apa Arimbi akan senang bertemu dengan ku? Apa dia merindukan ku, sama seperti aku merindukan nya? Aku sungguh tidak sabar. Semalaman aku menunggu matahari bersinar agar bisa bertemu dengannya. Arimbi, Aku harap kau juga sama seperti ku".
Maheza mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Ia menerobos dinginnya angin pagi. Tak peduli selebat apa pun embun pagi ini. Rasanya sudah begitu lama Ia tak pernah singgah di rumah Arimbi. Sejak Arimbi pindah ke luar negri, Maheza menjadi laki laki yang tidak bersemangat. Ia menghabiskan hari-harinya hanya untuk menunggu Arimbi kembali. Setiap malam dia akan menatap bulan dan bercerita tentang Arimbi. Ia tak pernah putus asa. Tak peduli apa yang dikatakan oleh orang-orang, Ia tetap menunggu Arimbi kembali. Dan sekarang penantiannya telah berakhir. Setelah mendengar kabar dari Devan bahwa Arimbi akan pulang ke Indonesia membuat Maheza sangat bersemangat.
Perjalanan dari Rumah Maheza ke rumah Arimbi hanya membutuhkan waktu 15 menit. Ia memasuki pekarangan rumah Arimbi yang di penuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Matanya menjelajahi sekitar halaman rumah yang cukup luas. Ia turun dari motor dan masuk ke dalam rumah Arimbi. Saat masuk ke dalam, ternyata Devan sudah ada di sana. Dia sedikit kecewa. Padahal Ia berharap orang pertama yang Arimbi temui adalah dirinya. Tapi, Ia tetap tersenyum bahagia karena bisa melihat wajah dan senyuman Arimbi lagi.
"Ezaa..." Arimbi memanggil nama Maheza. Senyuman Maheza mengembang. Suara Arimbi yang begitu lembut membuat hati nya bahagia. Ia mendekati Arimbi dan memeluknya.
"Ari..Aku merindukanmu" Maheza mengeratkan pelukannya.
"uhh, lepas dulu, aku sedikit sesak". Ia melepaskan pelukannya dari tubuh Arimbi. Wajahnya terlihat sangat bahagia.
"Kok Devan udah di sini?" Ia bertanya dengan penasaran.
"Ya iyalah, kan gue yang jemput Arimbi di bandara" Devan menjawab.
Hati Maheza sedikit sakit. "Kan ada aku, kenapa kamu harus minta bantuan kepada Devan?" batin Maheza. Ia hanya tersenyum. Setelah diingat ingat kembali, selama ini Arimbi hanya bergantung pada Devan. Maheza selalu menawarkan diri, tapi Arimbi selalu menolaknya.
"Maaf ya, kemarin Devan menawarkan bantuan, jadi aku menerimanya" Arimbi menatap Maheza dengan tatapan sedikit bersalah.
"Kenapa Arimbi harus minta maaf? bagi Arimbi aku hanyalah temannya. Selama ini hanya aku yang menganggap Arimbi berharga dalam hidupku. Seharusnya aku sadar akan tempatku di hati Arimbi" . Maheza mencintai Arimbi. Sedangkan Arimbi hanya mencintai Devan. Walau harus ditampar oleh kenyataan, Maheza tetap mempertahankan cintanya. Ia tetap menunggu cinta dari Arimbi. Dari dulu memang selalu seperti itu. Arimbi berharga bagi Maheza, tapi Maheza tidak berharga bagi hidup Arimbi. Ia pikir setelah berpisah selama 5 tahun ini, Arimbi akan mulai merasakan cintanya. Tapi ternyata sama saja. Yang Arimbi cintai hanyalah Devan.
Setelah melepaskan rindunya, Maheza pergi dari rumah Arimbi. Ia membelah panasnya jalanan di siang hari. Hatinya masih rindu akan sosok Arimbi, tapi Ia harus pergi. Devan masih ada di sana, Ia tidak mau merusak suasana. Lagi pula Arimbi hanya mengacuhkannya. Sebelum pulang ke rumah, Ia mampir di sebuah taman, tempat dimana Ia mengungkapkan perasaannya kepada Arimbi 5 tahun yang Lalu. Saat itu mereka masih berusia 15 tahun. Itu adalah momen yang sangat melekat dalam ingatan Maheza. Ia turun dari motor, berjalan-jalan sembari mengamati taman yang sudah berubah. Bunga-bunga di taman itu menjadi lebih banyak. Dulu hanya ada beberapa jenis bunga. Maheza duduk di bangku taman, mengamati bunga bunga yang sedikit layu karena panasnya sinar mentari. Bunga-bunga itu bagaiakan hatinya. Mekar di pagi hari dan layu di siang hari. Ia melamun. Ekspektasinya harus dihancurkan oleh kenyataan. Kenyataan pahit yang dari dulu Ia abaikan.
"Apakah suatu hari nanti Arimbi akan melihat cinta ku? semoga saja penantian ku selama ini tidak sia-sia".Sama seperti malam biasanya, Maheza akan duduk di bangku taman rumahnya, menatap langit yang di penuhi oleh bintang bintang. Malam ini bulanya menghilang. Apa dia tidak mau menemani Maheza yang sedang patah hati? Atau bulannya diambil oleh Devan? Ia tidak tahu. Maheza menghela napas. Angin malam yang dingin menusuk kulitnya.
"Bulan, dimana engkau? Aku ingin bercerita. Apa kamu tidak mau mendengarkan cerita ku?". Maheza mengamati bintang-bintang yang bertaburan di langit malam. "Bulan, apa kamu tahu? Arimbi masih tetap sama. Dia hanya mencintai Devan. Aku pikir setelah perpisahan itu, dia akan mulai mencintaiku. Ternyata tidak. Dia tidak akan pernah mencintaiku" Hatinya sungguh kecewa. "Apa aku harus menyerah sekarang? Haruskah aku? Tapi itu tidak mungkin. Aku sudah mencintainya selama bertahun tahun". Ia menatap foto Arimbi Yang diambil secara diam-diam. "Ari..Jika suatu hari bulan memanggilmu dengan nama mu, jangan terkejut, karena aku selalu menceritakan semua hal tentangmu padanya di malam hari". Ia kembali menatap bintang, menghabiskan malamnya dengan perasaan sedih.
Pagi ini, di kampus, Maheza sedang duduk di bawah pohon bersama dengan Naya yang merupakan sahabat Maheza sejak SMA. Naya memiliki perasaan kepada Maheza, dan dia sudah pernah mengungkapkannya. Dia juga tahu kalau Maheza sangat mencintai Arimbi, tapi dia tidak menyerah. Dia akan selalu menunggu cinta dari Maheza, sama seperti Maheza yang selalu menunggu cinta dari Arimbi.
"Ezaa...Arimbi udah balik ya dari luar negeri?" Naya menatap Maheza dengan raut wajah Penasaran.
"Iya Nay." Maheza menatap ke langit biru yang begitu terang. Hati nya masih terasa sakit.
"Terus gimana? dia masih suka sama Devan?" Maheza mengangguk. Ia menatap wajah Naya.
"Haruskah aku berhenti mencintainya? aku rasa penantian ku selama ini hanya sia sia" Naya menepuk punggung Maheza.
"Dengar, kamu bisa berhenti jika itu harus. Jangan sia-siakan perasaan mu hanya untuk orang yang tidak mencintaimu. Kamu masih punya aku di sini. Aku akan selalu ada untukmu, Maheza."
Ia menatap ketulusan yang ada di mata Naya. Ia sangat senang karena selama ini Naya selalu berada di sisinya. Ia ingin sekali menerima cinta dari Naya, tapi hatinya masih untuk Arimbi seorang. Ia akan mencintai Naya pada saat waktunya.
Setelah percakapan singkat itu, mereka menjadi diam. Naya sibuk membaca buku, sedangkan Maheza menatap ke arah bunga bunga. Tanpa sengaja perhatiannya teralihkan kepada dua sosok yang sangat Ia kenali.
"Arimbi dan...Devan". Hatinya semakin sakit. Ia hanya menatap mereka berdua. Senyuman Arimbi terlihat sangat bahagia saat bersama Devan.
"Kapan Arimbi bisa tersenyum sebagaia itu saat bersama ku? aku rasa itu tidak akan pernah terjadi" Maheza bergumam. Naya mendengar gumaman kecil dari Maheza. Ia mengalihkan pandangannya dari buku ke arah Arimbi dan Devan.
"Eza, udah, ga usah mikirin mereka berdua. Kamu harus bahagia dengan hidup mu". Maheza menatap Naya. Ia tersenyum dan mengangguk.
Sepulang dari kampus, Maheza dan Naya mengunjungi sebuah toko buku. Mereka berdua akan mencari beberapa buku pelajaran.
"Nay..." Panggil Maheza.
"Hmm, kenapa?" Naya begitu sibuk memilah buku sehingga Ia tidak menatap Maheza.
"Mau beli es krim ga?". Naya menghentikan tangannya yang sedang mencari buku. Ia menatap Maheza.
"Hah? kamu kenapa? tumben banget kamu nawarin aku es krim, biasanya juga harus aku paksa dulu baru mau".
"Tidak apa apa sih, lagi pengen aja" jawab Maheza, tangannya masih sibuk mencari buku.
"Umm, boleh lah, tapi kamu yang traktir ya?".
"Tenang aja, gampang itu mah" jawab Maheza dengan nada sombong.
Setelah mendapatkan beberapa buku yang diinginkan, mereka berdua pergi ke salah satu toko es krim. Ini merupakan momen langka bagi Naya. Tidak biasanya Maheza akan mengajaknya untuk membeli es krim. Mungkin saja karena sedang sakit hati, jadi Maheza membutuhkan sesuatu yang bisa mengembalikan semangatnya. Toko es krim yang mereka kunjungi merupakan salah satu toko langganan mereka sejak SMA. Dulu Naya selalu memaksa Maheza agar Dia mau menemani nya membeli es krim dan ini pertama kalinya Maheza yang mengajak Naya untuk membeli es krim. Naya sangat senang., Ia akan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. mungkin saja Maheza akan mulai mencintainya.
Saat memasuki toko, tanpa sengaja mereka berdua bertemu dengan Arimbi dan Devan. Maheza tertegun. Ia menatap Arimbi dan Devan yang saling bergandengan tangan. Ia sudah biasa melihat ini, tapi entah mengapa hatinya masih saja sakit. Naya menyadari perubahan sikap dari Maheza.Ia lalu tersenyum dan menyapa Arimbi.
"Hai, kamu Arimbi kan? temannya Eza? kenalin aku Naya, sahabat Eza. Maheza sangat suka menceritakan semua hal tentangmu kepada ku" Naya mengulurkan tangannya. Arimbi tersenyum dan menjabat tangan dari Naya.
"Iya, aku Arimbi, salam kenal ya, Naya". Naya melepas tangannya. Maheza hanya menatap Arimbi dan Devann secara bergantian.
"Eza, jadi ga beli es krim?" Naya bertanya dan menatap Maheza.
"Hmm, iya jadi". Mereka berdua melewati Arimbi dan Devan. Maheza berusaha menahan rasa cemburunya.
Mereka berdua memilih beberapa es krim lalu keluar dari toko. Naya mengajak Maheza untuk berbincang-bincang. Senyuman Maheza terlihat mengembang. Ia sangat senang mendengar Naya bercerita. Setiap kata yang diucapkan oleh Naya membuatnya bahagia.
"Maheza, kenapa dari sekian banyaknya perempuan di dunia ini, kamu memilih Arimbi sebagai orang yang kamu cintai?" Pertanyaan Naya membuat Maheza sedikit berpikir. Ia menatap Naya dengan senyumannya yang manis. "Kamu sendiri? kenapa dari sekian banyaknya laki laki, kamu memilihku sebagai orang yang kamu cintai?".
Naya tersenyum "Kamu tahu? Di dunia ini kita tidak pernah tahu dengan siapa kita akan jatuh cinta. Saat pertama kali melihat mu, jantung ku berdetak kencang. Kau itu sangat tampan. Awalnya aku aku menganggap kau sangat menarik, jadi aku selalu memikirkan mu. Semakin lama, cinta tumbuh di hati ku. Aku berusaha mengelak, tapi cinta tumbuh semakin besar" jawab Naya.
"Bagaimana jika aku tak bisa membalas cinta mu selamanya? tanya Maheza lagi.
"Aku akan tetap mencintaimu, sampai aku menemukan penggantimu. Aku tak akan pernah bisa melupakan cinta pertama ku. Tapi jika suatu hari nanti ada laki-laki yang mencintaiku dengan tulus, aku akan mencoba untuk membalas cinta darinya. Dengar, Kau harus mencoba untuk menemukan hal baru. Jangan terjebak dalam cinta lama mu. Jika kau harus melupakannya, lupakan saja. Masih banyak orang yang bisa mencintaimu dengan tulus. Jadilah bahagia untuk dirimu sendiri. Jangan menyiksa perasaan mu.” Kata kata Naya tadi sore masih melekat di pikiran Maheza. Ia memijat kepalanya yang sedikit pusing.
"Kau menasehati ku dengan baik, tapi kau sendiri masih terjebak dalam cinta mu untuku, Naya. Apa aku harus menyerah sekarang dan mencoba untuk mencintai Naya? atau aku harus menunggu lebih lama? Ahh, itu membuat ku sangat bingung". Maheza mengambil kunci motornya. Ia akan pergi ke tempat dimana Ia bisa menenangkan pikirannya.
Angin malam yang dingin membuat tubuh Maheza sedikit menggigil. Ia menatap ke arah danau yang begitu luas dan tenang. Kapan pikirannya bisa setenang danau ini?
Cahaya bulan telah kembali. suara kebisingan motor yang melaju di jalan raya membuat Danau yang sepi ini menjadi ramai. Maheza menghela napas berat. Ia tak tahu dengan perasaannya. Hati nya masih sangat mencintai Arimbi. Ia tak dapat melupakan wajah Arimbi yang tersenyum. Tapi di sisi lain, hatinya begitu nyaman saat bersama dengan Naya. Pikirannya yang awalnya kacau akan menghilang jika Ia melihat senyuman tulus dari Naya. Ia tak bisa mengambil keputusan. Biasanya, di saat yang seperti ini Naya pasti akan menasehati nya.
Pikiran Maheza semakin kacau. Ia menatap bulan yang bersinar terang. "Bulan, kenapa engkau baru kembali sekarang? Aku sungguh kesepian di malam hari tanpa kehadiran mu. Bulan, bisa kah engkau memberiku petunjuk? Apa yang harus aku pilih sekarang? Apakah aku harus terus bertahan dan menunggu cinta dari Arimbi? Atau mencoba untuk menerima cinta dari Naya? Aku sungguh bingung. Hati ku begitu menginginkan Arimbi, tapi dia bukan lah milikku. Dia milik orang lain. Aku sangat ingin berteriak dan mengeluarkan semua masalah dalam pikiran ku".
Malam semakin dingin. Maheza tetap berdiri di tempatnya. Ia tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan yang melayang di pikiran nya. Pilihannya ada dua. Berhenti mencintai Arimbi atau mencoba untuk mencintai Naya? Ia masih belum bisa memutuskan hal itu. Baginya itu adalah keputusan yang sulit. Maheza memejamkan matanya. Ia membiarkan angin malam berhembus di kulitnya.
"Ezaa..." Ia mendengar suara yang begitu lembut memanggil namanya. Perlahan Ia membuka mata dan melihat Naya berdiri di hadapannya.
"Naya?" Maheza sedikit bingung melihat Naya berdiri di hadapannya. "Bagaimana kamu bisa ada di sini? tanya Maheza.
"Aku tadi pergi ke rumah mu dan kamu tidak ada di sana. Aku tahu, setiap kamu memiliki masalah, pasti Danau ini yang kamu kunjungi" jawab Naya. Maheza tersenyum.
‘Bulan, apa ini jawaban yang engkau berikan? Apakah Naya merupakan jawaban dari semua pertanyaan ku? jika itu benar terima kasih’. Maheza merentangkan tangannya, Ia menatap Naya dengan senyuman.
"Naya peluk aku!" pinta Maheza. Tanpa pikir panjang Naya langsung memeluk Maheza dengan hangat.
"Aku mencintaimu, Maheza". Maheza memejamkan matanya, merasakan kehangatan dari pelukan Naya.
"Aku akan mencoba untuk mencintaimu dan melupakan Arimbi".
"Jadilah rumah untukku, Ezaa. Aku tidak akan pernah pergi dari sisi mu".
Ketulusan Naya membuat hati Maheza semakin menghangat. Sekarang Ia sadar, kalau selama ini Ia hanya menyia-nyia kan perasaannya. Seharusnya Ia mencintai orang yang mencintainya juga. Seharusnya Ia menjadi rumah untuk orang yang akan tinggal selamanya, bukan menjadi rumah untuk orang yang hanya singgah sementara. "Terima kasih, Bulan, akhirnya malam ini aku menemukan semua jawaban dari pertanyaan ku. Aku akan berusaha untuk menjadi rumah yang terbaik bagi Naya".
cerpen yang sangat bagus
BalasHapuscerpenn yangg menarikk!!
BalasHapus👍🏻
BalasHapusBagus sekali
BalasHapusCerpennya baguss sukaa banget
BalasHapusCerpen yang sangat menarikk
BalasHapuscerpennya bagus banget
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus