Langit Biru
Ynofilicious
Hari ini, merupakan hari yang terasa sama saja seperti hari-hariku kemarin. Tidak ada yang berbeda. Roda kehidupanku seperti tidak memberikan ruang baru untuk kulalui. Ku tatap langit biru di sore hari yang menarikku untuk menatapnya. Cantik, hangat, nyaman. Apakah hidup memang seperti ini? Ataukah ada hal yang lain selain ini? Mari berpikir positif dan kuatkan diri menjalaninya. Ku kayuh sepedaku pulang menuju rumah kecilku di dekat sungai yang merupakan tempat terbaikku bersembunyi dan memulihkan diriku setelah menjalani hari-hari yang berat. Aku harus berusaha melewati ini sendiri, karena hanya aku yang harus ada untuk diriku sendiri.
Burung-burung, angin dan bahkan Cahaya sinar matahari yang bersinar seakan meneriakkan kata semangat untukku yang bahkan tidak pernah saling menyapa, hanya bisa saling merasakan satu sama lain. Begitulah kekuatan yang kumiliki dari bantuan alam yang tidak pernah Lelah memberikannya tanpa pamrih. Aku sudah cukup merasakan goresan, luka yang tidak terkira dari makhluk Tuhan yang Bernama “Manusia”. Aku sudah lupa berapa banyak manusia yang memberikan luka yang sampai saat ini belum kutemukan cara mengobati dan menutupnya. Manusia itu dengan gampangnya memberikan harapan dak kekuatan tapi apa yang diberikannya itu tentu meminta imbalan. Mereka akan terus mengusik dan mengganggu jikalau kita tidak memberi seperti apa yang diinginkannya.
Cahaya matahari terbenam membuatku berhenti diam mematung. Menatap keindahannya, berusaha menyimpan itu melalui mata dan kumasukkan di hatiku terdalam, agar kehangatannya bisa menghangatkan hatiku juga. Sejenak aku berdoa kepada Tuhan yang telah memberikan ku keindahan ini, sambil beberapa kali memujinya. Lamunanku terhenti Ketika aku mengar suara kucing samar-samar di bawah pohon yang jaraknya hamper dekat dengan rumahku. Terkejutnya aku melihat kaki kucing putih jenis Anggora itu bersimbah darah. Ku buka kemejaku lalu ku bungkus tubuh kucing itu sambil berlari masuk ke dalam rumahku. Untung saja kucing itu masih hidup, tapi apa yang harus kuperbuat? Aku bukan dokter hewan. Astaga Han fokuslah bagaimana mengobati kucing itu!
Kuambil kotak obat sederhanaku mengambil nafas sejenak. Lalu fokus mengobati kucing putih itu. Dengan lembut ku seka lukanya dengan air hangat yang sudah kusiapkan, Gerakan kikukku semoga tidak membuat kucing ini semakin kesakitan. Untungnya saja kucing itu seperti tertidur pulas. Setelah kubalut lukanya dengan plester ku elus kepalanya dengan penuh kasih sayang, sambil tersenyum manis sembari berpikir mengapa ada kucing secantik ini disekitara rumahku? Apa harus kupasang poster kucing hilang, jangan sampai pemiliknya kebingungan mencarinya. Sejenak aku tersadar, mengapa hari ini terasa sedikit berbeda? Kulirik jam dindingku, sudah pukul 10.00 malam. Apa biasanya waktu terasa secepat ini berlalu? Aku duduk sambil menatap kucing yang terlelap dihadapanku, entah mengapa pandanganku tak bisa lepas darinya. Apakah kucing ini penyihir? Ayolah Han umurmu sudah tidak membiarkanmu memikirkan hal-hal konyol sewaktu kecil itu. Kupikir aku sudah benar-benar menjadi kaku. Ternyata aku masih menyisakan sedikit kadar kekonyolan dalam hidupku, ku pindahkan tubuh kucing itu ditempat paling nyaman di rumahku. Ya apalagi kalau bukan kasurku. Baiklah untuk kali ini akan kubiarkan ada orang lain selainku yang menikmati zona ternyaman dalam hidupku. Kudekati kucing putih itu sambil membisikkan “Selamat malam tuan putri, semoga lekas sembuh.” Ucapku pelan sambil mengecup perbannya. Mari lewati malam ini dengan penuh kebahagiaan untuk menyambut apa yang akan tejadi dan menimpa kita besok ucapku pada diriku.
Aku tidak membutuhkan alarm, karena kicauan burung-burung itu adalah teman paling baik disetiap pagiku. Tanganku sibuk mencari kacamataku, sembari menyisir kamarku pagi itu, tempat terbaik mengisi ulang energiku. Setelah sibuk berberes, mari Bersiap-siap menyambung hidup dengan mencari uang untuk bertahan hidup. Diperjalanan hampir saja aku menabrak seorang gadis bergaun abu-abu dengan rambut cokelat tua yang sedang menyebrang jalan. Kami berdua sama-sama terkejut, hingga membuat gadis itu terjatuh. Segera kuhampiri dirinya yang memegang lututnya sambil meringis kesakitan.
“Maaf saya sedang buru…” kata ku terhenti. Terpukau oleh kecantikan gadis ini. Seperti tidak percaya dengan apa yang kulihat pagi ini. Mengapa juga dadaku bergemuruh dengan hebatnya saat di dekat gadis ini? Wangi rambutnya menyeruak seperti harum beribu bunga. Entah mengapa aku tidak asing dengannya. Segera kusadarkan diriku dan membantunya berdiri dari jalan sambil membantunya duduk. Tangan gadis itu menggengam tanganku erat, jemari tangannya begitu indah sampai aku berpikir tanganku tak cukup untuk digenggamnya.
“Terima kasih.” Ucapnya padaku sambil tersenyum, rambutnya berkibar diterpa angin semakin menambah keindahannya pagi itu. Matanya berwarna biru terang, seperti warna langit yang paling kusuka. Apakah ini adalah bagian rencana Tuhan? Sudahlah aku hanya akan menikmati momen yang seakan tidak nyata.
“Ah… Ka… An… bagaimana aku memanggilnya…” gumamku pelan.
“Katty.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya. Aku terdiam memandangnya.
“Han.” Ucapku sambil menjabat tanganya. Hari itu kulupakan pekerjaan melelahkan ku itu, sambil mengajak Katty berkeliling kota kecil yang sebenarnya indah bagiku. Begitu banyak tempat bisa dikunjungi dan memanjakan mata. Itulah mengapa aku suka disini.
Hari itu kulanggar serangkaian aktivitas membosankan harianku yang biasa kulakukan sendiri, saat ini Katty gadis cantik yang entah datangnya darimana berada di hadapanku. Mengajakku, mempengaruhiku untuk pergi dengannya. Katty menarik tubuhku kedalam pelukannya. Aku bisa mendengar suara tawanya sambil mengelus punggungku.
“Katty?” tanyaku yang masih terheran dengan keadaan saat ini. Seorang gadis yang baru bertemu memelukku? Apa lagi ini? Apa yang harus kuperbuat?
“Biarkan aku memelukmu. Aku tahu kau sangat membutuhkannya” Ucap Katty mengelus kepalaku dengan lembut. Ucapan sederhana itu masuk kehatiku dan retakannya. Katty melepas pelukannya sambil mengelus pipiku, air mata yang selama ini tidak pernah ku teteskan sekalipun aku berada dititik tersedih hidupku menetes juga dihadapannya dengan deras. Kukepal tanganku dengan penuh kekesalan, aku mengira diriku kuat sekuat baja, ternyata aku tidak lebih lemah dari kaca yang bisa pecah dengan sentuhan kecil, lalu hancur menjadi kepingan yang tidak berbentuk.
Memakai topeng bahagia palsu untuk menutupi kelemahan dan kesedihan itu ternyata sangat buruk terlebih itu sudah kulakukan bertahun-tahun. Aku memeluk Katty kembali dengan sangat erat. Aku tidak peduli apa yang ku peluk ini adalah manusia ataupun bukan, aku hanya akan memeluknya erat seperti saat ini. Katty membalas pelukanku dengan erat seakan menyalurkan semua energi baiknya padaku.
“Kau bisa bersandar padaku. Kapanpun kau mau Han.” Ucap Katty lembut lalu mengecup keningku. Tak terasa waktu yang kami lewati Bersama-sama membuat retakan hatiku perlahan kembali terisi dengan cinta dan kasih sayang yang diberikan Katty. Hari-hariku yang kemarin terasa hampa mulai berwarna dengan kehadirannya. Kubiarkan semua tentangnya menghiasi semua sudut hatiku, aku hanya akan mengisinya dengan Katty. Setiap sudut rumahku yang dulu hanya untukku sekarang juga sudah kubagi dengan Katty. Katty adalah makhluk Tuhan yang paling baik yang dikirimkan-Nya padaku. Saat Katty terlelap dalam disampingku, kupanjatkan Syukur kepada Tuhan karena masih menyangiku. Kukecup keningnya lembut akan kuhabiskan waktu dengannya sampai akhir hayatku.
Katty mengajakku masuk ke dalam hutan yang entah mengapa terasa tidak asing bagiku, aku bahkan tidak sadar bahwa hutan ini berada di belakang rumahku. Wajah Katty tertimpa sinar matahari makin menambah kecantikannya sore itu, berjalan bersamaku menyusuri hutan hingga sampai ujung hutan yang menyuguhkan pemandangan seluruh kota. Lagi-lagi Katty membawaku ke dunianya yang sangat tidak nyata. Tapi aku tidak memperdulikan itu aku hanya ingin menikmati ini bersamanya.
Kami berdua duduk sambil menikmati pemandangan dan perasaan masing-masing. Genggaman tangan yang tidak ingin kulepaskan itu. Katty menyandarkan kepalanya di dadaku.
“Jika suatu saat nanti aku menghilang dari pandaganmu. Apa yang akan kau lakukan?” Tanya Katty pelan. Pertanyaan itu membuatku tercekat.
“Aku akan mencarimu dibelahan bumi manapun.” Jawabku sambil memeluknya erat. Kami berdua hanya tertawa sambil kembali terdiam dalam pikiran masing-masing.
Diperjalanan pulang Katty bercerita bahwa hutan ini adalah rumahnya, jika hutan ini menghilang atau ada yang menghancurkannya maka dirinya juga akan menghilang. Langkahku terhenti mendengar kata-katanya sambil memandang punggungnya.
“Han… kau harus Bersiap dengan semua keadaan yang terjadi padamu suatu saat nanti.” Jelas Katty sambil menatapnya dengan senyuman yang terasa sedih itu.
“Aku tidak akan membiarkanmu hilang dariku. Aku berjanji.” Ucapku pada Katty sambil mengusap wajahnya. Bagaimana aku bisa membiarkan Katty pergi dari hatiku sementara hanya ada dirinya dalam hatiku. Tapi bukankah ditinggalkan dan meninggalkan itu hal yang wajar dalam kehhidupan kita? Tapi haruskan secepat ini? Dan dari semuanya mengapa harus Katty yang pergi dari hidupku nanti?
Serasa tidak percaya dengan apa yang kulihat, hutan tempat yang kuhabiskan dengan Katty terbakar hebat. Begitu banyak mobil pemadam kebarakan di sana. Tanpa pikir Panjang aku berlari menuju rumahku pikiranku kacau, hatiku kalut. Han bukan saatnya tenggelam dalam pikiran sendiri, Katty! Aku harus mencari Katty. Ku cari sosok yang sangat kurindukan itu di dalam rumah, kupanggil namanya dengan sekuat tenagaku, tapi tak kutemukan juga sosoknya yang biasanya menyambutku di balik pintu sambil memelukku hangat. Apa yang harus kulakukan, sejenak kupejamkan mata, ku panjatkan doa kepada Tuhan agar mempertemukanku dengan Katty untuk terakhir kalinya, setidaknya biarkan aku mengucapkan salam perpisahan padanya. Tidak kupedulikan suara teriakan dari polisi dan petugas pemadam kebarkaran yang melarangku masuk ke dalam hutan yang sudah penuh dengan kobaran api.
“Katty!... Katty!... Katty! Panggilku berulang kali dengan nada putus asa berlari kesana kemari, menyusuri jalan yang pernah kulalui dengan Katty berlari sampai keujung hutan berharap Katty ada disana menungguku untuk menyelamatkannya. Aku sempat terjatuh, saat aku terjatuh kupandangi langit biru yang tiba-tiba berubah menjadi abu. Air hujan yang turun menyamarkan suara tangisanku yang sudah tidak bisa ditahan lagi, aku hanya berharap Katty yang sudah kusimpan bahkan di retakan hatiku tidak ikut menghilang juga.
Pandanganku tertuju pada seekor kucing putih jenis Anggora yang tergeletak di hadapanku. Mengapa tiba-tiba ada kucing di sini? Aku segera berlari mendekati kucing itu. Sesaat aku tersadar jika dulu aku pernah menyelamatkan seekor kucing putih apakah itu Katty? Kupeluk tubuh kucing itu erat-erat, mengapa aku tak menyadarinya? Mengapa baru sekarang?
“Katty. . . aku mohon . . . biarkanku melihatmu untuk terakhir kalinya. Biarkan ku ucapkan rasa terima kasihku padamu.” Pintaku sambil menangis, derasnya hujan membasahi hutan seakan meresap masuk kedalam paru-paruku. Apakah Katty juga yang mengirim hujan ini? Maafkan aku yang bahkan tidak bisa menepati janjiku padamu
Kumasuki rumah, masih tertinggal wangi dan sisa bayangan Katty yang ada disetiap sudut rumahku. Apakah aku sanggup menetap di tempat ini sementara yang mengisi dan menyembuhkan hatikuku sudah tidak ada lagi? Rasanya aku tidak ingin lagi hidup, tapi aku harus tetap hidup sambil membiarkan Katty hidup dalam hatiku kemanapun aku pergi. Hari belum berganti tapi rasa rinduku padanya semakin bertambah, dan bertambah inilah sebabnya ku tak ingin membuat hatiku terisi. Lebih baik semuanya hancur lebur dengan kekosongannya sendiri tanpa terisi. Akhirnya yang tersisa tinggal kenangan yang menghantui dan mengendap selamanya di hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar