CALUMNIARE
(FITNAH)
Cyanss
Harta, tahta, atau nyawa? Pilihan yang
sulit untuk ditentukan. Impius telah banyak mempertaruhkan nyawa orang-orang
sekitarnya demi memilih sebuah keputusan yang sulit. Ia tidak dapat memiliki
semuanya, ia hanya dapat memiliki salah satu dari ketiganya.
Kata orang-orang impius memilih tahta dan
menggantikan posisi sang raja pada sebuah kerajaan. namun ia menolak menerima
gelar raja, dan memaksa untuk memilih gelar kaisar. Dari saat itu, tak ada yang
dapat menolak keinginannya. Ia pun diberi gelar kaisar dan diperbolehkan untuk
memerintah seluruh negara yang ia inginkan. Impius tidak lagi dipanggil dengan
namanya, melainkan Kaisar Impius pertama.
Entah apa yang terjadi setelah ia memilih pilihan
tahta, dan menerima gelar kaisar. Cerita itu seakan dipotong dan disembunyikan
kenyataannya. Mereka bilang Kaisar Impius meninggal karena tenggelam dalam
keserakahan. Sungguh tak masuk akal? Sebagai penggemar cerita ini, aku
memutuskan untuk tenggelam dalam tumpukan buku-buku yang jumahnya sampai aku
sendiri lupa ada berapa. Inilah kebenaran yang aku dapat, dan aku akan
ceritakan keseluruhan cerita dari awal sampai akhir kepada kalian.
Sekitar abad pertengahan
pada tahun 1401 masehi, pada abad ke-15. Para petualang menemukan seorang bayi
lelaki dengan ras manusia di tengah hutan rimbun, konon katanya hutan tersebut
adalah hutan berbahaya yang bernama hutan Tenebris. Tidak ada yang tahu siapa
orang tua dari bayi lelaki itu. namun karena rasa simpati, para petualang tanpa
pikir panjang membawa bayi laki-laki itu menuju ke desa. Para penduduk desa
menyambut hangat kedatangan para petualang, sekaligus merasa terkejut melihat
mereka membawa seorang bayi laki-laki. Penduduk kampung terlebih dahulu
melaporkan kejadian ini kepada kepala desa setempat, atau biasa di panggil
dengan nama tuan Caput.
Setelah menerima laporan
tersebut, tuan Caput pun memperbolehkan penduduk kampung untuk merawat bayi
lelaki itu. Karena dari sudut pandang tuan Caput, bayi lelaki itu adalah bayi yang memiliki nasib
buruk. Karena ditumakan di dalam hutan yang berbahaya, maka tuan Caput menarik
kesimpulan bahwa mungkin saja orang tua dari bayi lelaki ini terbunuh oleh monster yang berdiam di dalam
hutan Tenebris itu.
Tuan Caput gerak cepat. Ia
meminta para penduduk berdiskusi sejenak untuk memilih sepasang suami-istri
untuk mengasuh bayi itu. Mereka kemudian setuju untuk memberikan hak asuh
kepada sepasang suami-istri yang merupakan pengguna sihir tingkat tinggi dan ahli
obat. Sang suami bernama Magicae dan sang istri bernama Pulchra. Keluarga sang
suami adalah pengguna sihir tingkat tinggi, sementara keluarga sang istri
merupakan ahli obat-obatan. Magicae dan Pulchra sama-sama memiliki ras peri
tingkat rendah.
”Tuan ku, bayi itu perlu memiliki
nama agar syarat hak asuh terpenuhi.” Kata salah satu pekerja di balai desa.
Tuan Ciput pun menganggukan kepalanya dan berpikir untuk sejenak. ”Karena
ditemukan di dalam hutan Tenebris, dan berhasil bertahan sampai ditemukan para
petualang. Anak ini akan saya
berinama Saltus, yang dimana artinya tak jauh dari alam.” Ucap tuan Ciput
dengan senang.
Tanpa aba-aba, orang-orang
yang berada di dekat Saltus terkejut karena tiba-tiba muncul sebuah mantra
serta bukti segel di belakang telinga kiri Saltus yang menyegel dirinya. Tuan
Magicae bergegas mendekati Saltus, ia kemudian menghela nafas dan menggelengkan
kepalanya seakan tidak percaya. ”ada apa tuan Magicae? Apa yang terjadi?” tanya
tuan Caput yang mendekati Saltus bersama Pulchra. Magicae menoleh ke arah tuan
Caput dengan wajah bimbang. Melihat wajah suaminya, Pulchra mendekati Magicae
untuk menenangkannya. ”Ini.. ini adalah segel Servus Low, segel ini akan aktif
apa bila penerima segel menerima sebuah nama.” Jawab Magicae. ”Lantas apa yang
membuat mu begitu terkejut?” Tanya Pulchra yang masih menenangkan Magicae.
”Segel ini, mantranya sulit untuk dirapalkan. Di tambah lagi, ini adalah segel
budak tingkat rendah.. Segel kuno” Jawab
Magicae yang sedang menghelus kepala Saltus. ”Tidak adakah cara untuk
menghilangkan segel itu?” Tanya tuan Caput. Pulchra menoleh ke arah tuan Caput
dan perlahan menggelengkan kepalanya. Kejadian ini membuat tuan Caput percaya,
bahwa Saltus memang memiliki nasib yang buruk. Perubahan suasana di dalam
ruangan begitu cepat, membuat mereka memutuskan untuk membiarkan Saltus
beristirahat.
Para petualang kembali
menuju ke kedalaman hutan Tenebris bersama dengan beberapa perkerja balai desa
untuk menyelidiki tempat ditemukannya Saltus. Namun, sekeras apa mereka mencari
barang bukti ataupun puing-puing kendaraan yang mungkin saja hancur. Mereka
tetap saja tidak menemukan petunjuk apapun. Penyelidikan berlangsung selama
beberapa bulan, sampai akhirnya terhenti karena para petualang harus lanjut
mengembara ke desa lain.
Bertahun-tahun berlalu,
tidak ada masalah baru muncul di dalam kehidupan Saltus yang kini sudah berusia
13 tahun. Untuk segel budak kuno milik Saltus. Magicae memutuskan untuk
menutupi tanda segel itu dengan menggunakan sihir penyamar tingkat tinggi. Selama
menetap bersama Magicae dan Pulchra, Saltus banyak belajar dari mereka. Mulai
dari sihir-sihir rendah hingga ke tingkat sedang, dan juga cara pembuatan obat
yang berkualitas.
Saltus sangat berbakat,
bahkan beberapa anak di desanya memanggil Saltus dengan sebutan ’temuan yang
jenius’. Banyak anak-anak yang ingin belajar dari pencapaian Saltus. Namun tak
sedikit pula yang merasa iri akan kemampuannya yang hebat. Tapi disamping itu
semua, Saltus tetap hidup dalam kedamaian karena ia berada di bawah proteksi
tuan Caput.
Kedamaian di desa tempat tinggal Saltus
berlangsung selama beberapa tahun. Namun, disaat Saltus berpijak di umur 15
tahun. muncullah suatu masalah yang cukup besar di desanya. Munculnya suatu
organisasi pemberontak di ibukota kerajaan yang hanya memberontak desa-desa
kecil tanpa perlindungan pihak kerajaan membuat resah desa-desa kecil di negara
itu. Tuan Caput sudah bersiap untuk menghadapi para pemberontak itu, ia
mengumpulkan orang-orang yang tergolong kuat didesanya. Ia bahkan meminta
beberapa petualang untuk berjaga di desa. Tentu saja Saltus ikut membantu,
walau keinginannya untuk membantu di bantah oleh tuan Caput. Itu karena Saltus
adalah anak emas tuan Caput.
”Kakek, kenapa kakek tidak mengizinkan saya untuk membantu?” Tanya Saltus
yang merasa sedikit kesal dengan kelakuan tuan Caput yang kekanak-kanakan.
”Kamu mau paman Magicae marah padamu? Kamu tahu sendirikan kalau paman Magicae
tidak mau kalau kamu ikut serta dalam hal kacau seperti ini.” Balas tuan Caput
memberikan alasan kepada Saltus. Sebenarnya Magicae tidak begitu peduli
terhadap apa yang dilakukan oleh Saltus. Selama itu tidak membahayakan dirinya
maka ia akan memberikan izin tersebut kepada Saltus.
Saltus merasa kesal akan
kelakuan tuan Caput yang terlalu kekanak-kanakkan. Ia mengerang kesal dan
akhirnya mengalah, ia pun pergi dengan perasaan kesal. Tuan Caput hanya tertawa
kecil sambil menggelengkan kepalanya saat melihat Saltus pergi. Selama beberapa
hari, tuan Caput telah mempersiapkan dengan matang semua hal yang harus
dilakukan saat para pemberontak itu datang. Dari persenjataan, stok makanan,
jalur evakuasi, persediaan obat-obatan, para sukarelawan, segel sihir sebagai
perlindungan dan lain sebagainya. Tuan Caput sudah sangat yakin para
pemberontak dari luar itu tidak akan mampu untuk menghadapi mereka. Namun ia
salah, tentu keamanan dari luar sudah sangat ketat. Para petualang dan penduduk
kampung berpatroli siangmalam di luar gerbang desa. Di luar. Keamanan diluar
gerbang sangat ketat, mereka sampai melonggarkan keamanan di dalam desa karena
hal itu. Tuan Caput sendiri bahkan tidak sadar.
Di desa tempat tinggal
Saltus, mereka terdiri dari banyak macam ras dan kepercayaan. Hampir semua ras
berada di desa tempat tinggal Saltus. Termasuk ras kuno Gorgon atau Medusa.
Dengan banyak nya ras dan kepercayaan di desa itu, tentu itu akan
menguntungkan para pemberontak. Mereka bergerak dalam bayangan dan secara
konstan mulai membuat rumor tentang masing-masing ras dan ras mana yang
menyebar rumor itu. Adu domba itu terus berlanjut. Dari para penduduk desa yang
hanya mendiamkan rumor-rumor buruk itu, hingga akhirnya menjadi masalah besar.
Mereka mulai menyakiti satu sama lain secara terang-terangan. Tuan Caput
akhirnya mendengar berita ini setelah hampir beberapa hari mempersiapkan
keamanan di luar gerbang masuk. Adu domba itu berlangsung hanya dalam lima
hari, namun sudah membuat kekacauan yang dimana tuan Caput harus turun tangan
untuk membawa kembali kedamaian antar ras. Keadaan desa semakin kacau. Hilangnya
pengawasan tuan Caput membuat beberapa pemberontak yang menyamar sebagai
sukarelawan membalikkan keadaan. Mereka melawan penjaga gerbang sembari
mengajak pemberontak luar lainnya untuk ikut mengacaukan keadaan. Pemberontak
itu berbuat seenaknya. Mencuri persediaan makanan, persediaan obat-obatan,
persenjataan, harta desa, bahkan membawa para wanita remaja bersama mereka.
Bahkan Pulchra dan Magicae menjadi sasaran para pemberontak. Mereka tak dapat
melawan para pemberontak karena adanya segel sihir yang di alih gunakan oleh
para pemberontak untuk menyegel kemampuan mereka.
’aku seharusnya mengabaikan perkataan kakek.’
Ucap Saltus dalam suatu
buku. Sebelum peristiwa adu domba, Saltus yang masih merasa kesal dengan
kelakuan tuan Caput memutuskan untuk pergi berdiam diri di ladang miliknya yang
jaraknya lumayan jauh dari desa. Saltus pergi tanpa mengabari Pulchra dan Magicae,
membuat mereka khawatir akan keadaan Saltus. Kekhawatiran itu membuat mereka
lengah. Sampai mereka tak sadar akan keadaan dan akhirnya ikut tertangkap.
Saltus kembali ke desa saat para pemberontak telah pergi.
”A, apa yang terjadi? Seharusnya tidak seperti ini.” Gumam Saltus dengan
perasaan yang campur aduk. ”Kata kakek..
Semuanya aman, terkendali. Mengapa?” Gumamnya lagi sembari menggosok matanya,
ia masih tak percaya. Ia perlahan berjalan kedalam desanya yang telah menjadi
reruntuhan dalam waktu yang singkat, ”Benar! Paman, paman dan bibi! Mereka
pasti sedang menunggu ku.” Seru Saltus. Ia pun bergegas menuju kerumah Magicae,
rumah miliknya, istana ternyaman. Lenyap. Rumah itu hangus terbakar. Melihat
rumah tersayangnya hangus dilahap api, air matanya menetes. Tidak. Air matanya
meluap, ia jatuh berlutut di depan abu rumahnya sambil menangis sesenggukan.
”Paman, bibi... kakek. Apa yang sebenarya terjadi? Dimana semua orang?” Gumam
Saltus.
’disaat itu aku merasa benar-benar hancur, ini
kesalahan pertamaku.’
’Aku takkan menahan diri’
Kata Saltus yang tertulis
dalam buku lainnya. Itu benar, karena disaat itu Saltus melepaskan semua energi
sihir yang ia simpan. Energi sihir yang ia lepaskan sangat besar, sampai memicu
suatu ledakan dhasyat yang menghancurkan sebagian besar dari desanya yang telah
rusak. Energi sihirnya murni. Murni akan rasa dendam dan kebencian.
Energi sihir Saltus yang meledak-ledak akhirnya menjadi lebih tenang
setelah ia jatuh pingsan karena kekurangan energi sihir. Saltus pingsan kurang
lebih selama tiga hari berturut-turut.
Selama Saltus belum menyadarkan diri, ia kembali
diselamatkan oleh sekelompak petualang yang sedang mengembara. Para pengembara
itu membawa Saltus menuju ke kota Magnus, atau ibukota kerajaan. Di kota
Magnus, Saltus di istirahatkan di sebuah kelinik terkenal. Kelinik itu merawat
Saltus dengan baik sebelum para pengembara menjelaskan tentang situasi yang
Saltus hadapi. Setelah menjelaskan tentang keadaan Saltus, para dokter di
kelinik itu mulai waspada dan mengetatkan keamanan ruangan tempat Saltus di rawat.
Entah apa yang disampaikan oleh para petualang itu kepada pihak kelinik. Yang
jelas mereka meninggalkan Saltus sendiri di kelinik itu sebelum ia siuman.
Sehari setelahnya, para doter menumakan penyebab mengapa Saltus jatuh pingsan.
Yakni karena kehabisan energi sihir yang menjadi sumber stamina bagi kehidupan
disana. Bukti yang didapat para dokter memperkuat penjelasan yang disampaikan
oleh para petualang, mereka kembali mengetatkan keamanan di dalam ruangan
Saltus.
Hari ke tiga, Saltus akhirnya mendapat energi
sihir yang cukup untuk pulih seutuhnya dan ia pun akhirnya siuman. Saat Saltus
terbangun ia mendapati dirinya desambut dengan todongan pedang dari berbagai
sudut ruangan yang mengarah kepadanya. Melihat hal itu, Saltus sontak terkejut
dan duduk diam di atas kasur tempatnya beristirahat. Saltus yang tiba-tiba
bergerak itu memicu para penjaga untuk memojokkan Saltus kembali kekasur untuk
berbaring. Saltus yang kembali berbaring dikasur merasa kebingungan. ’mengapa
aku berada dalam situasi ini?’ adalah kalimat pertama yang muncul di dalam
kepala Saltus.
”Maafkan saya. Tapi siapa kalian? Dimana ini? Dan mengapa saya berada disini?” Tanya Saltus dengan nada
tenang. Namun sebenarnya Saltus merasa sangat panik. ”Hei, akting mu bagus juga
nak. Tapi mana ada iblis yang tidak sadar diri sepertimu!” Sahut seorang
penjaga kepada Saltus. Saltus kemudian semakin merasa kebingungan, ia perlahan
duduk di atas kasur sambil melihat ke arah para penjaga itu. ”Iblis? Saya? Saya
seorang iblis?” Saltus kembali bertanya untuk memastikan.
Para penjaga hanya terdiam tidak sedikitpun
menurunkan todongan pedang mereka. Saltus menghela nafas panjang dan menutupi
wajahnya dengan kedua tangannya. ’Baru saja bangun rasanya seperti saya ingin
tidur lagi.’ Pikir Saltus saat itu. Ia kemudian melihat ke arah penjaga yang
tadi menyahut kepadanya. ”Bisakah setidaknya jelaskan mengapa saya bisa berada
disini?” Usul Saltus dengan suara yang serak. Para penjaga mengangguk dan salah
satu dari mereka kemudian mendekati Saltus untuk memborgol tangannya menggunakan
sebuah borgol besi yang dilapisi dengan energi sihir yang kuat. Menyadari hal
itu Saltus kemudian berpikir bahwa para penjaga ini bukanlah penjaga gadungan.
Saltus kemudian di bawa ke suatu ruangan yang
berada di dalam kelinik yang besar itu. Tidak ada buku lain yang menjelaskan
tentang ruangan itu dan apa percakapan mereka. Namun, setelah Saltus keluar dari ruangan itu ia
terlihat sangat kesal. Energi sihirnya kembali meledak-ledak dan membuat borgol
besi yang mengamankan tangannya hangus menjadi abu. Namun energi sihirnya
kembali menjadi normal setelah para penjaga menggunakan batu penyerap energi
sihir untuk menyerap sihir Saltus.
Saltus melihat ke arah penjaga yang memegang batu
sihir itu dan merampas batu itu dari sang penjaga. ”Hey, kalian masih belum
mengatakan dimana kita sekarang. Sebaiknya kalian cepat katakan atau aku
ledakkan batu sihir ini.” Ancam Saltus yang masih merasa kesal. Ia kemudian
menggenggam erat batu sihir itu seolah ia kan segerah meledakkannya sekarang
juga. ”Dasar orang bodoh. Kita berada di ibu kota. Kota Magnus.” Jawab penjaga
itu dengan perasaan kesal. Saltus kemudian memalingkan wajahnya dari penjaga itu.
Ia mengantongi batu sihir itu dan keluar dari kelinik. ”Dan nak, sebaiknya kamu
pergi mengasingkan diri. Agar
kamu tidak melakukan hal bodoh lainnya.” Sahut sang penjaga saat Saltus pergi.
Penjaga itu benar, Saltus adalah orang yang bodoh.
Karena Saltus tak pernah keluar dari desa tempat tinggalnya dulu, ia jadi
kurang pergaulan. Ia bahkan tidak tahu bahwa ada tempat lain selain desanya.
Aku tidak dapat menemukan buku yang menjelaskan tentang perjalanan Saltus.
Namun, dibuku yang sama aku menemukan bahwa Saltus mendapat beberapa julukan
baru dari orang yang ia tolong selama berpetualang. Beberapa julukan itu adalah
’pahlawan tak pandang bulu’, ’dokter suci’, dan
’manusia seribu bakat’. Julukan-julukan itu adalah julukan yang sering
muncul dalam setiap buku yang menjelaskan tentang Saltus. Tentu saja ada
julukan yang lain dan itu dibuat oleh sebuah organisasi yang sangat membenci
keberadaan Saltus. Yakni ’Duplex’, arti dari julukan itu sendiri belum
ditemukan. Namun dapat dipastikan bahwa arti dari kata itu adalah sebuah
kejelekan. Karena tidak peduli seberapa baiknya dirimu, kamu akan tetap
jahat di dalam cerita orang lain.
Saltus berpetualang selama 5 tahun lamanya,
sekarang ia sudah berumur 20 tahun. Saltus merasa senang karena mengikuti saran
penjaga itu. Namun ia masih kesal dengan cara penjaga itu menyampaikannya.
Selama berpetualang, Saltus merasa bahwa dia ada di bawah pengawasan seseorang.
Ia selalu merasa bahwa ia
sedang diikuti selama beberapa tahun tanpa henti. Tentu saja Saltus merasa
kesal, namun selagi para mata-mata itu tidak mengganggunya maka ia hanya akan
mengabaikan mereka.
Saltus bahkan dapat mendengar bisikan mereka yang
sedang menjelek-jelekkan dirinya. Namun, dari semua kata-kata yang mereka
sebutkan, hanya kalimat ”anak ini sangat bermasalah, mereka bahkan tak mau
mengurusnya”, dan ”bagaimana bisa anak sekuat ini milik sampah seperti mereka”
yang melekat di kepala Saltus. Siapa mereka? Dan dimana mereka? Adalah kedua
hal yang ingin ia tanyakan secara langsung kepada para mata-mata itu.
Saltus memikikan hal-hal itu selama ia berjalan
menuju ke arah ibu kota kerajaan Hype. Sebuah kerajaan kecil yang hidup secara
makmur, terletak di sebelah selatan kerajaan Magnus dan dipisahkan oleh
pegunungan tinggu yang tandus. Meski kehidupan di kerajaan Hype makmur, Saltus
tidak berniat untuk menginap disana atau bahkan menetap. ”Sebaiknya Duplex ini
tidak pergi ke kerajaan Hype.” Adalah sebuah bisikan dari para mata-mata yang
membuat ia penasaran akan kerajaan itu.
Sesampainya di pintu gerbang kota Hype, Saltus di
hadang oleh para penjaga gerbang. Tentu saja itu hal yang wajar, Saltus adalah
orang asing yang berpakaian seperti pemulung. ”Siapa kamu? Apa tujuan mu ke
kota kami?” adalah pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut salah satu penjaga. ”Hei sopanlah sedikit.”
Tegur temannya. Saltus yang melihat kelakuan mereka hanya tertawa kecil.
Kerajaan ini sangat makmur, sampai penjaga gerbang mereka pun terlihat
baik-baik saja. Tawa kecil Saltus membuat para penjaga itu menoleh ke arahnya.
Saltus kemudian melihat ke arah mereka. ”Saya adalah Saltus. Saltus ’pahlawan
tak pandang bulu’, ’dokter suci’, dan ’manusia seribu bakat’. Jawab Saltus
dengan sombong. ”ohh.. Kamu adalah ’si petualang solo’ itu?” Tanya penjaga itu.
”Siapa lagi yang buat julukan itu?” Tanya Saltus sambil menghela nafas. ”Entahlah itu tersebar begitu saja.”
Jawab penjaga yang sopan.
Setelah berbasa-basi selama beberapa menit bersama
para penjaga gerbang. Saltus akhirnya diperbolehkan untuk masuk kedalam kota,
tentu saja dengan banyaknya julukan membuat Saltus terkenal. Namun Saltus
adalah seorang penyamar yang ahli. Tidak banyak orang mengenali wajahnya dengan
baik. Selama berada di kota Hype, Saltus merasa bahwa keberadaan para mata-mata
itu bertambah banyak dan itu mulai membuat saltus merasa sedikit tidak nyaman.
”Mungkin saja markas mereka disekitar wilayah ini.” Gumam Saltus pada dirinya
sendiri, terlihat sedikit semangat. Disaat Saltus sedang menyelusuri sebuah
kompleks kecil yang mengarahkan dirinya semakin dekat ke kastil kerajaan.
Saltus berhenti sejenak dan menyadari bahwa ia selalu dihadang oleh
masalah-masalah yang terlihat dilakukan secara sengaja oleh sekelompok orang
kepada dirinya. Pada saat itu pula Saltus merasakan bahwa para mata-mata itu
tidak lagi mengawasinya. ”Apakah saya sungguh tidak di perbolehkan untuk pergi
ke kastil?” Gumam Saltus sambil tertawa kecil.
Ketika Saltus bergumam, ia merasakan keberadaan
aura haus darah saat ia sudah mendekati kastil kerajaan. Aura dari seseorang
yang ingin menyiksa korbannya dengan sangat kejam adalah hal yang Saltus sangat
benci. Dengan keberadaan aura itu, ia tetap berjalan dengan santai seakan ia
tidak merasakan keberadaan aura itu. Saat mendekati gerbang kastil kerajaan, ia
merasakan bahwa aura haus darah itu terus bertambah seiring langkah kakinya.
Pada saat itu pula ia berhenti melangkah. Tanpa aba-aba, muncul dua orang
mata-mata yang menggunakan pakaian serba putih tertutup. Salah satu dari
mata-mata itu menggunakan sebuah kain yang basah untuk menutupi hidung dan
mulut Saltus, kemudian teman mata-mata itu memegang erat tubuh Saltus dengan
bantuan sihir penguat kuno. Saltus merasa sedikit terkejut. ”Trivam Propofol?”
Tanya Saltus yang kemudian jatuh pingsan.
Setelah beberapa menit tidak menyadarkan diri.
Saltus akhirnya terbangun dengan perasaan terkejut yang membuatnya terlempar
kearah depan. Namun ia terhentikan, karena tubuhnya yang duduk terikat disebuah
kursi. Ikatan itu sendiri diperkuat dengan mantra-mantra kuno. Ia diam sejenak,
dan akhirnya kesadarannya kembali seutuhnya. Ia merasakan sensasi menyengat
yang sangat menyakitkan di belakang telinga kirinya. Sensasi itu tidak kunjung
menghilang, membuat Saltus merasa kesakitan. Saat Saltus sedang berpikir, ia
merasakan keberadaan energi sihir yang begitu besar. Bahkan sampai melampaui
energi sihir miliknya. Ia sontak mendongakkan kepalanya untuk melihat sumber
energi itu. Benar saja, di hadapannya, ada sebuah alat kuno yang digunakkan
untuk menyetujui nasib seseorang. ”Pilihan mutlak?” Gumam Saltus yang masih
merasa kesakitan.
Saltus merasakan seseorang menyentuh pundaknya
dari arah belakang, dan saat itu juga ia merasakan keberadaan aura haus darah
itu kembali. ”Kepingan terakhir. Tak ku sangka aku akan membuntuhkan beban
seperti diri mu untuk hal ini.” Bisik orang itu kepada Saltus. Saltus tidak
dapat menjawab bisikkan itu, ia kehilangan fokus karena sensasi menyengat di belakang telinga kirinya. Saltus hanya
bisa bernafas berat untuk membuat dirinya tetap terjaga. ”Yah.. Ternyata segel
budak ini sangat berguna.” Ucap orang itu sembari menghelus segel budak Saltus.
Mendengar hal itu, Saltus menegakkan pandangannya dan menoleh ke arah orang
itu. Orang itu, tidak. Lelaki itu tersenyum manis. ”Wajah mu..” bisik Saltus. Saltus merasa terkejut.
Wajah lelaki itu sangat mirip bahkan sama seperti wajah Saltus. Lelaki itu
tertawa kecil dan berjalan ke arah alat kuno di depan Saltus. ”.. Mengapa kamu
berhenti berjalan, saat kamu tahu betul bahwa hal seperti ini akan terjadi?”
Tanya lelaki itu. ”Apakah kamu sedang mencari seseorang? Tidak, dua orang? Ras peri.” Tanya lelaki itu
dengan nada datar.
Saltus yang kemudian menyadari suatu hal menoleh
ke arah alat kuno itu. Benar, alat kuno sebesar itu membutuhkan enerhi sihir
yang sangat besar. Yang dimana membutuhkan sekitar 30 orang ber ras peri untuk
mengisi energi sihir alat itu. ”Hei, jangan bilang kamu..?” Gumam Saltus yang
sudah merasa kesal.
Ayolah, jangan seperti itu. Ini memerlukan 4 tahun
lamanya untukku memperbaiki rongsokan itu.” Jawab lelaki itu sambil tersenyum.
”Dan akhirnya, setelah kerja keras tanpa henti. Aku dapat memperbaikinya. Ini sangat sepadan dengan kehidupan imortal
ku!” Seru lelaki itu sambil tertawa kecil. ”Hey nak. Ingat nama ayah mu
ini. Ayah mu ini bernama Impius.” kata lelaki itu yang berjalan ke arah Saltus.
Saltus hanya bisa terdiam, lelaki itu adalah ayahnya. Saltus masih tidak
mengerti dengan keadan saat ini. Impus, lelaki itu. Perlahan menghelus rambut hitam Saltus. Elusan lembut
itu kemudian menjadi jambakan kasar yang membuat Saltus merintih kesakitan.
Dibuat tak berdaya olehnya adalah hal yang sangat memalukan. ”Semuanya dapat
selesai seperti ini, dan mereka akan mau tidak mau menerima keberadaan ku.” Ucap Impius dengan perasaan senang. Impius
mendongakkan kepala Saltus dengan jambakan rambut itu. ”Tapi rongsokan itu
menolak ayahmu ini untuk berkuasa. Rongsokan itu memilih mu, itu membuat ayah
sedikit cemburu. Padahal
dirimu ini sangat lemah.” Hina
Impius. ”Tetap saja, itu berjalan dengan mulus karena segel budak ini.” Kata
Impus.
Impius
kemudian mendorong kursi Saltus kedepan dan mendekatkan Saltus kepada alat kuno
itu. Alat kuno itu sekarang hanya selangkah dari Saltus. ”Hey, kenapa ini tidak
berfungsi” Gumam Impis dengan rasa kesal. Impius mengangkat kedua bahunya dan
melihat ke arah Saltus. Ia
menghelus segel budak Saltus, dan memberikan sejumlah besar energi sihir kepada
Saltus. Arus energi sihir yang besar masuk secara tiba-tiba ke dalam tubuh
Saltus membuatnya menjerit kesakitan. Rasanya seperti ia akan meledak karena
energi sihir yang berlebihan di dalam tubuhnya. Rasa sakit itu bertambah dan
membuat pandangan Saltus memudar. Rasa sakit itu berasal dari alat kuno yang
menarik paksa energi sihir dalam tubuh Saltus. ”Hmm.. ternyata kamu kekurangan
energi sihir, untungnya itu mudah untuk di atasi.” Ucap Impius yang masih
memompa energi sihir didalam tubuh Saltus.
Akhirnya rasa sakit itu berhenti. Alat kuno itu sekarang bersinar didepan
mereka. Ruangan itu jatuh hening di telinga Saltus. Impius terlihat
bersemangat, ia mendekati alat kuno itu. Sebelum dapat melakukan sesuatu, alat
kuno itu menelan semua cahaya dan membawa mereka ke ruang hampa. ”Harta, Tahta,
atau Nyawa?” Bisik ruang hampa itu. Mendengar itu emosi Impius meledak-ledak.
Impius melihat ke arah Saltus yang sedang dalam keadaan setengah sadar. ”Anak
bodoh ini. Bagaimana bisa dia memanipulasi ruangan hampa. Sekarang hanya ada 3
pilihan. Bukan lagi profesi. Apa bagusnya itu?” Gumam Impius yang masih merasa
kesal. ”Harta, Tahta, atau Nyawa?” Tanya alat kuno itu kembali. Impius hanya
terdiam sambil melihat ke arah Saltus. Saltus kemudian mendapat kembali kesadarannya. ”Nyaw-” ”Saltus, ini
perintah. Pilih lah Tahta, atau mati.” Potong Impius. Dengan ucapan Impius segel budak Saltus beraksi.
Segel itu membakar leher Saltus, membuat Saltus menjerit kesakitan. Melihat
dirinya yang mulai terbakar, Saltus melihat ke arah ruang hampa itu dan teriak.
”Aku memilih Tahta!” Seketika
ruangan itu meluapkan kembali semua cahaya yang ia telan. Impius hanya tertawa
gembira sambil menyaksikan ledakan cahaya yang dihasilkan dari pilihan itu.
Dengan begitu, alat kuno mengikuti keinginan
Impius. Menyadari hal itu, Impius teriak ”Jadikan aku kaisar!” karena keinginan
yang dipaksakan, ruangan itu meledak. Api itu menelan Saltus dan Impius, dan
meluap keluar dari ruangan itu. Ledakkan besar itu menghancurkan keseluruhan kerajaan Hype dan menewaskan
orang-orang yang berada di dekat ledakan itu. Setelah satu minggu berlalu. Saltus dinyatakan tewas tertelan api dan Impius
berada dalam pelarian. Impius tidak pernah merasa sangat kesal semasa dia hidup
sebelumnya, bagaimana bisa Saltus mati hanya kerena ledakan kecil itu. Yang
membuat Impius sangat kesal adalah teman kerjanya, teman kerja Impius
melaporkan semua hal yang terjadi. Bukan hanya itu, teman kerjanya bahkan
memfitnah Impius bahwa Impius berusaha mengambil gelar kaisar yang diberikan
oleh alat kuno kepadanya. ”Dasar bajingan bermuka dua. Akan ku bunuh kau, pak
tua Caput.” Gumam Impius yang merasa kesal. Sayangnya niat Impius untuk
membunuh tuan Caput terhalang. Karena tuan Caput lebih dulu mati karena efek
keserakahan yang diberikan oleh alat kuno itu.
Selama beberapa tahun, nama Saltus maupun Impius
tidak lagi terdengar di dalam kehidupan masyarakat pada saat itu. Keberadaan
mereka seketika lenyap dan bahkan hanya menjadi sebuah legenda. Dan keadaan itu, terus berlangsung hingga
saat ini. Di saat aku menceritakan ini semua kepada kalian. Hey, apakah kalian
merasa janggal? Kira-kira kemana Impius pergi ya? Orang itu kan imortal.
”sudah selesai mengocehnya?” ... sudah kok, tidak perlu seperti itu tahu, dan
bisa kah dirimu itu bertindak lebih misterius? Impius? ”Hey. Kita sepakat bahwa
aku telah membuang nama itu.” Terserah mu saja, kamu membuat cerita ini tidak
misterius lagi. ”Mm.. ada yang marah.” Diam Calum.
Harta, Tahta, atau Nyawa?