Prolog….
Terdengar
bunyi ketukan pintu yang mampu membangunkan seorang pemuda yang bersusah payah
bangun dari mimpi indahnya, sambil berjalan terseok-seok menuruni anak tangga
rumahnya bergegas untuk membuka pintu. Tidak dipedulikannya wajah kusutnya dan
rambut yang masih acak-acakan, di dalam hati ia sedikit mengeluh siapakah
gerangan orang yang datang bertamu pagi buta begini di rumahnya. Mungkinkah
tetangga sebelah sedang meminta bantuannya? Ataukah kakek Tua yang sering
datang ke rumahnya dan mengira dirinya cucunya.
Sesampainya
di pintu alangkah terkejutnya ia, melihat petugas pos datang membawa setumpuk
surat yang sepertinya sudah berminggu-minggu berada di kantor pos.
“Apakah
betul ini rumah Saudara Narang Sastranegara?” tanya tukang pos itu.
“Iya
dengan saya sendiri, ehm semua surat itu…”
“Oh
iya ini semua surat ini untuk Anda dari…..” tangan tukang pos itu sibuk mencari
nama pengirimnya.
“Semua
pengirim surat ini dari Saudari, Faranunni Fatiah” lanjut tukang pos itu.
Kening
Narang berkerut. Ia terlonjak kaget. Sudah lebih dari 10 tahun ia tidak pernah
mendengar kabar dari gadis itu… sekarang Nuni malah mengirimi ia surat. Narang
yakin surat itu pasti berisi, amarah Nuni. Ia pasti masih sangat marah atas
kejadian yang menimpa Nuni, terlebih itu karena dirinya.
“Iya
makasih banyak pak, akan saya ambil suratnya” Narang langsung bergegas
mengambil semua surat-surat itu. bergegas masuk ke dalam rumahnya membaca semua
surat-surat yang Nuni kirimkan.
“Kenapa
Nuni mengirim surat sebanyak ini, yah? Pasti sedang terjadi sesuatu.”
Satu persatu surat ia baca dengan
seksama, memang benar apa yang ia duga isi surat itu pasti semuanya tentang
amarah Nuni. Sesaat ia berhenti membaca kepalanya terasa pening Nuni pasti
benar-benar marah padanya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika mereka
berdua harus bertemu. Tibalah pada surat yang terakhir, dilapangkan dadanya,
ditegakkannya dagunya dan kata Istighfar selalu terucap dari bibirnya. Sambil
mengusap peluhnya dibukanya amplop surat itu, tanggal pengirimannya baru satu
minggu yang lalu, melihat jangka waktu surat-surat yang lain surat yang
terakhir ini pasti sangatlah penting. Dengan hati-hati ia membaca surat itu.
Untuk: Narang 22 Agustus 2015
Semoga kamu baca surat yang aku kirim
ini, aku harap kamu bisa baca. Aku sebenarnya malu harus bilang ini ke kamu,
tapi Cuma kamu yang bisa ngelakuin ini. Bukan berarti aku sering kirim surat
lantas aku bisa maafin semua kesalahan yang kamu lakuin selama ini. langsung
aja. Kalau kamu mau mengurangi sedikit kesalahanmu sama aku, kamu harus bantu
aku. Yang harus kamu lakuin adalah kamu harus datang ke rumahmu, yah mungkin
berat tapi kamu harus datang ke rumah. Nanti aku akan datang bertemu dengan
keluargamu tentunya kakakmu itu pasti sangat kaget melihat kedatanganku nanti.
Jadi pasti aku dan kamu akan bertemu dengannya. Dia tentu sangat terkejut
dengan kehaadiran kita berdua. Aku ngelakuin itu semua untuk buat dia menyesal
dengan apa yang telah ia perbuat dulu. Kalau memang mau aku maafin kamu harus
datang. Ingat pada saat kita bertemu nanti kamu harus meluk aku perlu kamu
boleh cium aku jikalau kamu sanggup ngelakuin itu aku anggap kamu mau
membantuku dan mulai saat itu drama ini kita mulai.
Jika surat ku ini baru sampai minggu
depan dari tanggal pengirimannya maka pada tanggal kamu menerima surat ini
adalah hari H nya. Semangat..
Salam
Faranunni.
Bagian 1
Begitu selesai membaca surat itu mendadak Narang merasakan
kepalanya sangat pening. Nuniiiiiii. Apa sih yang gadis itu mau. Kenapa
semuanya harus sesuai dengan kemauannya. Betapa kesalnya Narang sampai-sampai
ia membuang semua surat-surat yan dikirimkan Nuni untuknya. Mengapa harus hari
ini, mengapa harus diakhir pecan ia haru kembali ke rumahnya hanya untuk tujuan
satu orang gadis yang bernama Nuniiiiiiii…….!!!!!!!!!!!!!!!!. Gadis itu mungkin
telah terbentur sesuatu di kepalanya. Apa jadinya jika ia tidak datang hari
ini, ia pasti punya rencana apakah dengan mengajaknya pulang semua rencananya
bisa berhasil. Dan mengapa harus dirirnya, mengapa ia tidak menyuruh orang lain
saja. Ia merasa sangat kesal hari ini jam istirahatnya harus terganggu oelh
seorang gadis bernama Nuniiiiiii…..!!!!
“Awas
kalau rencana kamu nggak menarik Nuni..” Gerutu Narang
“Nuuuunniiiiiiiii……..!!!!!!!!!!!”
Teriak Narang yang tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Entah dari mana asalnya suara
teriakan Narang yang penuh dengan nada kekesalan itu sampai ke telinga Nuni
yang sedang asyik berdandan di salon. Hari ini ia punya pertemuan penting.
Narang lelaki itu pasti sudah takluk dia pasti datang hari ini. Refleks majalah
yang dipegangnya jatuh ke lantai dengan bunyi debuman yang keras. Sontak
membuat seluruh pengunjung salon terkaget-kaget melihat gadis itu menjatuhkan
majalah. Sambil tersenyum maklum Nuni mengambil kembali majalah itu dan meminta
maaf. ‘belum aja dia datang udah buat kekacauan kayak gini’. Serasa paham
dengan apa yang telah terjadi padanya hari ini.
Bukannya Narang tidak ingin pergi ia sudah siap, dandanannya
sangat rapih dan bersih. Rasanya kakinya susah untuk melangkah. Apakah ia
sanggup menginjakkan kakinya di rumah itu lagi setelah 15 tahun silam ia hidup
seorang diri, bebas dari peraturan ketat yang di berlakukan di rumah itu sejak
ia kecil, hidupnya selalu kurang bahagia. Untung saja gadis seperti Nuni sudi
untuk bersusah payah untuk berteman dengannya. Sampai datang situasi dimana ia
harus kehilangan semuanya, dan ia sendiri memutuskan untuk pergi saat ia masih
berusia 5 tahun dan kini ia harus kembali kesana dengan semua kenangan buruk
dan indah yang pernah ia dapatkan disana. Narang yakin alasan mengapa Nuni
mengajaknya pulang adalah karena Badai. Kakaknya orang yang sangat Nuni cintai hingga
saat ini. Jikalau Narang pulang hari ini Nuni pasti sangat senang karena ia
bisa bertemu dengan kakaknya itu. membayangkan hal itu Narang sangat tersenyum.
Gadis itu memang sangat pintar,
itulah sebabnya perasaan bodoh apa yang merasukinya jikalau sampai saat ini ia
masih mengharapkan gadis itu untuk suka padanya.
“Sampai
kapanpun Nuni gak akan bisa melupakan Badai, sampai kapanpun…!” Teriak Narang
sembari memukul kaca yang ada di kamarnya.
Sudah
lebih dari 15 tahun sampai sekarang ia masih mengharapkan lelaki itu ? padahal
kakaknya itu sama sekali tidak pernah melihat Nuni sekalipun. Kalau bukan
karena Nuni, ia lebih baik di rumahnya, dadanya selalu bergemuruh jikalau harus
bertemu dengan kakaknya itu. tapi demi Nuni ia rela harus, menemui orang yang
masih sangat ia benci itu. bagaikan buah simalakama di satu sisi ia sangat
ingin datang dan bertemu Nuni, satu sisi lagi ia tidak menginginkan bertemu
dengan Badai….
Daripada ia gila sendiri memikirkan
hal itu dengan tekad yang kuat, ia pun pergi menuju rumah yang sudah lama ia
tinggalkan itu, walau dengan sedikit berat hati pasti seluruh isi rumah
mencercanya dengan berbagai pertanyaan nantinya. Narang benar-benar bingung
harus menjelaskan apa nanti kepada mereka tentang kepergiannya selama ini dan tiba-tiba
muncul kembali untuk satu orang gadis. Nuni.
Di
dalam mobil Narang terus saja membanyangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan
di lakukan Nuni nanti. Tapi jika ia tidak datang urusannya dengan Nuni bisa
bertambah rumit dan panjang bisa-bisa gadis itu tidak mau menemuinya lagi….
Setelah
berjam-jam ia berkendara sampailah juga ia di rumah masa kecilnya dulu,
semuanya tidak berubah hanya ada beberapa bagian yang di renovasi. Setelah
memarkirkan mobilnya dan merapikan jasnya Narangpun turun. Matanya mencari-cari
gadis yang telah mengirimkan surat dan memaksanya untuk datang ke rumah ini
lagi.
Tiba-tiba
seorang MC tampil di panggung dan membuka acara pagi ini. Narang melirik jam
tangannya, tepat jam 10. ‘Huhh.. orang itu memang selalu tepat waktu’ ujar Narang
dalam hati. Beberapa orang belum menyadari kehadirannya di tempat itu. Narang
tidak tahu Nuni berada dimana, akhirnya ia mencari gadis itu dalam kerumunan
orang-orang, tapi yang dicarinya belum Nampak juga. Tiba-tiba Narang mendengar
sedikit kegaduhan di luar, ia pun bergegas memeriksanya. Tiba-tiba seseorang
memegang bahunya, sontak membuat langkahnya terhenti. Seorang lelaki paruh baya
dengan wajah yang tidak asing berdiri di hadapannya sambil menatap wajahnya,
sembari membuka kacamatanya. Tiba-tiba wajah Narang berubah tegang melihat
sosok dihadapannya yang menatapnya dengan ekspresi tidak percaya, sampai datang
seorang lelaki, menjemputnya untuk segera berdiri di atas panggung.
Narang
hampir saja terjatuh kalau saja, tidak ada orang yang memegangnya saat ini.
wajahnya pucat dan peluhnya membasahi wajahnya. Seseorang itu segera
mengajaknya ke tempat yang lebih sepi. Ternyata Narang dibawa ke taman,
kepalanya terasa agak pening, sambil mengusap peluhnya ia mengendorkan dasinya
yang membuatnya sesak. Seseorang yang membawanya ke taman itu membersihkan
wajahnya dari keringat sambil memegang dahinya yang dingin. Narang berusaha
mengatur napasnya inilah alasanya mengapa ia sangat benci harus datang lagi
kesini. Jikalau ia tidak salah, lelaki paruh baya tadi itu adalah ayahnya. Iya
itu pasti ayahnya yang dulu sering sekali memukulinya dan mengekangnya Ia ingin
sekali menghapus segala kenangan buruk itu tapi entah mengapa tidak bisa, ia
tidak tahu apakah masih sanggup berada di rumah ini lebih lama lagi. Apakah
tindakan bodohnya ini tepat ia lakukan…?
Entah
mengapa tiba-tiba saja air matanya jatuh, dengan cepat ia menghapusnya dan
berusaha tegar. Ia ingin memperbaiki kesalahannya pada Nuni. Nuni..?? astaga
sambil menepuk dahinya ia segera menyadari dimana ia berada, mengapa ia bisa
sampai disini…? Siapa yang membawanya kesini ? dengan cepat ia segera bangkit
dari kursinya, terdengar seseorang memanggil namanya ia berbalik dan melihat
sosok itu. Seorang gadis jelita datang ke arahnya. Gadis itu sangat cantik mengenakan
gaun berwarna cokelat dengan rambut yang dibiarkan terurai lembut. Menarik
Narang kembali duduk di bangku taman. Narang sampai tidak percaya dengan
pengelihatannya saat ini. Di pengelihatannya gadis itu tampak seperti ibunya
sambil tersenyum padanya, seperti dulu sewaktu ia kecil, perhatian dan
kehangatan gadis itu sangat persis dengan perhatian dan kehangatan ibunya.
Narang sadar bahwa ia sedang mengkhayal sekarang, tapi gadis itu benar-benar
seperti ibunya.
“Narang, narang….” Tanya gadis itu menyadarkan lelaki itu. Mata Narang
tidak berhenti menatap Nuni. Seakan paham dengan kondisi lelaki itu, ia sedikit
merasa bersalah tidak datang lebih awal. Karena ingin membiarkan lelaki itu
mendapatkan kesadarnya ia pun segera bangkit dan beranjak pergi, tapi tiba-tiba
Narang menarik tangannya.
“Ibu, mau kemana. Ibu mau pergi lagi..?” ujar Narang
Nuni sangat terkejut mendengar ucapan Narang, yang sangat jelas
memanggilnya Ibu.
“Bu, jangan pergi lagi, kalau ibu
mau pergi ajak aku sekalian bu, aku sendirian disini. Hanya ada satu orang yang
sayang sama aku seperti ibu, tapi dia juga akan pergi.”
Lanjut Narang. Tiba-tiba Narang memegang tangan Nuni. Dengan wajah
bersimbah air mata. Nuni tahu bahwa Narang benar-benar bersedih sekarang.
Sekali lagi Nuni terkejut melihat lelaki ini ia tidak tahu apa yang
sudah terjadi ketika ia pergi meninggalkannya bertahun-tahun yang lalu.
Sampai-sampai sekarang Narang menganggap Nuni sebagai ibunya. Tiba-tiba
bayangan ibunya menghilang dari hadapannya, tinggallah Nuni dihadapannya.
Dengan tubuh lemas Narang langsung jatuh terduduk
di bangku taman. Baru beberapa jam ia berada di rumah ini pikirannya langsung
kacau. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ia datang kesini karena gadis yang
berada disampingnya ini yang membuat teringat ibunya. Keduanya terdiam terbawa
perasaan masing-masing. Hari ini Nuni melihat sisi lain Lelaki ini yang
ternyata dibalik senyumannya itu ia sangat merindukan seseorang dan membutuhkan
kasih sayang.
Sekali lagi air mata Narang jatuh lagi membasahi
pipinya. Selama ini ia jarang sekali
menangis tapi mengapa setelah melihat gadis ini lagi air matanya terus
mengalir, mengapa bayangan ibunya muncul bersama gadis ini…?? padahal
seharusnya ia bahagia, telah bertemu kembali dengan gadis yang ia puja-puja.
Mungkin kerinduannya pada ibunya sama dengan kerinduannya pada gadis ini
sampai-sampai bayangan ibunya hadir bersama dengannya. Dengan ragu-ragu tangan
Nuni ingin menyentuh bahu Narang. Memberikan penguatan walaupun Nuni tau bahwa
itu tidak akan cukup. Tapi pada saat yang sama Narang berbalik dan melihat
tangan Nuni sudah berada di depannya. Dengan pasrah, seakan paham dengan yang
akan dilakukan Nuni, mungkin Nuni mengira ia sedang mempermainkannya dan hanya
ingin mengambil kesempatan dengan memegang tangannya. Untung saja tadi ia tidak
memeluknya karena mengira Gadis itu adalah ibunya.
“Kalau kamu mau pukul aku pukul aja, rencana kamu berantakan karena
aku.” Ujar Narang dengan penuh penyesalan sambil menunduk di hadapan Nuni.
Sebenarnya Gadis itu ingin sekali membelai wajah lelaki itu karena ia sudah
terlanjur ketahuan dengan tindakannya tadi, akhirnya ia pun menampar wajah Narang. selang beberapa
menit darah segar keluar dari hidung Narang, Nuni kaget melihat itu. Narang menjauh
dan membersihkan hidungnya sendiri.
“Karena hari ini gagal kita bisa coba besok lagi kan..?” Ucap Narang
sambil membersihkan hidungnya dan tersenyum. Nuni kembali memukul Narang dengan
membabi buta, sambil menangis.
“Kamu itu bodoh atau apasih….!!!!” Maki Nuni. Narang masih tidak tahu
yang terjadi pada gadis ini. yang dirinya tahu bahwa dirinya salah karena tidak
bisa muncul di hadapan Badai tadi pagi ia tidak mau tambah menambah
kesalahannya. Tapi mengapa justru gadis itu sekarang menagis di hadapannya tidak biasanya Nuni seperti ini.
“Aku minta maaf kalau semuanya jadi berantakan karena aku…”
Sekali lagi tangan Nuni mendarat di wajah Narang. Yang Narang tahu
saat ini Nuni benar-benar marah padanya. Segera Narang berlutut dihadapan Nuni
dengan wajah penuh penyesalan.
“Aku salah Ni, aku salah tapi tolong jangan benci aku lagi. Aku minta
maaf sama kamu atas semua kesalahan aku dulu…. Aku tahu kamu akan sulit untuk
maafkan kesalahan aku tapi……” Tiba-tiba Nuni memeluk Narang yang sedang
bersimpuh dihadapannya. Sambil menangis tersedu-sedu. Ia memeluk lelaki itu
erat-erat. Tanpa terasa Narang juga ikut menagis sambil menenangkan Nuni.
Mengusap punggungnya. Entah mengapa hati Nuni sangat sakit melihat Narang
menangis tadi dan ia masih juga menamparnya.
“Aku, aku minta maaf udah nampar kamu,…” ucap Nuni sambil menangis.
Narang memegang pundaknya sambil tersenyum.
“Udah berhenti nagisnya, dandanan kamu luntur semua.” Hibur Narang.
Nuni memukul dada Narang, lelaki ini memang sering membuatnya menagis dan
tertawa.
Narang menatap lekat-lekat gadis itu. kerinduannya belum terbayar ia
masih ingat gadis ini meninggalkannya dan pergi bersama Badai ke luar negeri
tanpa memikirkannya sedikitpun. Ia tidak tahu apakah ia harus bahagia ataukah
sedih setelah bertemu dengannya. Kesalahannya di masa lalu pasti sangat membuat
hatinya sakit. Tamparan yang ia rasakan tadi sepertinya sudah cukup untuk
membuat pipinya memar sekarang di tambah lagi hidungnya. Kalau saja tadi ia
tidak bertemu dengan…. Ayahnya.
Tiba-tiba Narang melepaskan jasnya dan
memakaikannya pada Nuni.
“Makasih Jasnya, tapi itu sudah gak ada gunanya sekarang,” Tukas
Narang. Sembari memegang kedua pipinya. Nuni merasa bersalah atas tindakan yang
ia lakukan tadi, sebenarnya ia masih ingin memukul, dan menampar lelaki ini,
tapi tadi setelah Ia melihatnya menangis, setelah kenal bertahun-tahun lamanya.
Entah mengapa membuatnya ingin mengobati kesedihannya, di tambah lagi tadi
lelaki ini menganggap dirinya Ibunya. Narangpun bangkit dari duduknya ia
sedikit malu sudah menangis didepan Nuni tadi.
“Kalau kamu mau panggil aku kamu bisa hubungi nomor ini.” ujar Narang
menyerahkan kartu namanya pada Nuni.
“Aku gak akan ambil nomor kamu, kamu aja yang hubungi aku. Sekali lagi
aku minta maaf soal tadi. Aku pulang dulu kalau gitu.” Narang pun meninggalkan
Nuni. yang masih terduduk di bangku
taman. Tapi tiba-tiba langkah Narang terhenti. Ia pun membalikan badan
tiba-tiba Nuni sudah ada tepat didepanya. Narang sangat terkejut, dan sedikit
menjauh dari Nuni.
“Kamu antar aku pulang.” Ujar Nuni sambil menarik tangan Narang dan
mengajaknya masuk ke dalam mobil Nuni.
“Tapi Ni mobilku….” Nuni langsung menutup pintu mobilnya dan segera
masuk ke dalam mobilnya dan melesat menuju rumahnya.
Karena kelelahan Narang tertidur di dalam mobil Nuni, karena tidak
sadar kepalanya selalu terbentur kaca mobil. Narangpun tersadar melihat Nuni
yang juga kelelahan hampir terjatuh untung saja ia segera memeluk gadis itu.
Dada Narang bergemuruh kembali. Ia memang selalu seperti ini ketika berada di
dekat gadis itu. tiba-tiba supir menghentikan mobil sebentar agar Narang bisa
mengangkat Nuni dan menyandarkanya di tempat duduk. Setelah Nuni bisa aman
supir itu kembali membawa mobil itu menuju rumah Nuni.
Narang memegang tubuuh Nuni dengan jarak yang
sangat jauh, ia takut jika Nuni mengira dirinya memanfaatkan kejadian ini lagi.
Apalagi jika Badai tahu gadis yang sebentar lagi menjadi tunangannya ini
dekat-dekat dengan dirinya. Setelah sampai di rumahnya, Narang bertambah
bingung lagi supir itu tidak mau membopong tubuh Nuni, Nuni bukan orang
sembarang yang mau jika tubuhnya disentuh. Apalagi oleh seorang supir. Selama
hidupnya hanya ada dua orang yang sering mengangkat gadis ini, pertama ayahnya
sendiri dan yang kedua Badai…. Dan yang lebih parah agi kamar gadis jelita ini
berada di lantai teratas rumahnya. Membayangkannya saja sudah membuat Narang
lelah. Tapi ia tidak punya pilihan lain, dengan hati-hati ia berusaha
membangunkan Nuni dan membopong tubuhnya menuju kamarnya.
“Mengapa tubuhnya agak berat ya…?” ujar Narang pelan, entah Nuni
setengah terjaga ia langsung memukul pipi Narang yang bengkak tadi. Hampir saja
ia menjatuhkan gadis yang sekarang ada dalam gendongannya itu. Pipinya sangat
sakit refleks ia berpegang pada pegangan tangga, mencoba menjaga keseimbangan
tubuhnya. Peluhnya kembali menetes, sejenak ia menatap wajah gadis itu sangat
nyenyak tidurnya. Ia melihat kamarnya masih jauh di atas. Perjalanannya masih
sangat jauh.
Dengan sekuat tenaga lagi ia menaiki anak tangga
yang tidak tahu sudah yang keberapa. Kalau Narang mau ia bisa saja membangunkan
gadis itu dan menyuruhnya berjalan sendiri. Dengan napas yang terengah-engah ia
beristiahat sejenak.
“Kenapa kamarmu jauh seperti ini sih, aku tahu aku salah.” Keluh
Narang, tiba-tiba pukulan kedua kembali diterima Narang, dan itu diterimanya
ketika ia sedang mencoba bangkit, kembali berjalan. Kedua lenganya serasa mati
rasa saat ini, ia merasakan sakit yang luar biasa, kepalanya pening, hidungnya
sakit, lengannya mati rasa, pipinya yang bengkak kakinya yang kram, dan itu
dikarenakan gadis yang ada di dalam gendongannya saat ini. Narang berharap
penderitaannya saat ini bisa secepatnya selesai. Dengan perjuangannya yang
begitu besar akhirnya ia bisa sampai di kamar Nuni juga. Sesampainya di atas
untungnya sudah ada pelayan yang terkaget-kaget melihat Narang menggendong Nuni
dengan wajah yang sudah tertutup keringat
segera pelayan itu membukakan pintu kamar Nuni dan segera menunjukan
ranjangnya, dengan hati-hati Narang meletakkan tubuh gadis itu dengan
perlahan-lahan takut jika ia membangunkannya.
Setelah tugasnya
selesai, Narang terduduk di lantai kamar Nuni dengan napas terengah-engah. Di
rasakan seluruh tubuhnya sakit luar biasa. Ia merasakan lengannya mati rasa,
bagaimana iaakan bekerja kalau begini. Hidungnya kembali berdarah, pelayan yang
datang ke kamar Nuni terkejut melihat Narang.
“Ya aaamppunn,” ujar pelayan itu melihat hidung Narang berdarah.
Narang langsung menempelkan jarinya di bibirnya, pelayan itupun mengerti dan
mengambilkan lelaki malang itu tisu.
“Anda perlu apa lagi,” lanjut pelayan itu sambil berbisik. Narang
menggeleng dan segera bangkit dan keluar dari kamar Nuni dengan terseok-seok,
tak lupa sejenak ia melihat Nuni yang terlelap menyuruh pelayannya mengganti
pakaiannya dan menutupi tubuhnya dengan selimut, menutup jendela dan mematikan
lampu kamar Nuni. Pelayan itupun melaksakan perintah Narang.
Setelah semuanya selesai lelaki itu keluar dan
terhenti di depan tangga. Rasanya ia tidak sanggup lagi menuruni tangga ini
lagi. Dengan tubuh lunglai ia terduduk sejenak sambil terbatuk-batuk, sambil
menyandarkan kepalanya. Ia menatap kamar Nuni dari luar sembari
tersenyum. Tiba-tiba supir yang tadi mengantar mereka menunjukkan Narang sebuah
lift yang terletak di samping kamar Nuni. Serasa tidak percaya dengan yang ia
telah alami, Narang berdiri di depan kamar Nuni sambil tersenyum dan berkata,
‘Mimpi indah,’ setelah itu berjalan masuk ke dalam lift dan turun ke lantai
bawah. Sampainya di bawah mobilnya telah terparkir di depan rumah Nuni. Narang
tidak yakin apakah ia mampu menyetir saat ini. Ia kumpulkan kekuatan
terakhirnya, dan masuk mobil dan mengendarainya pulang ke rumahnya. Sepanjang
perjalanan Narang hanya bisa tersenyum mengingat kejadian tadi. Sambil memegang
piping yang sangat sakit sekarang. Harus cepat ia kompres kalau tidak
bengkaknya akan lama hilangnya.
Dengan susah payah ia memasukkan mobilnya ke dalam
garasi, kembali lagi ia harus terduduk di teras rumahnya sendiri sepertinya
besok Ia tidak bisa lagi bangun. Dengan segera ia masuk ke rumah dan mengompres
kedua pipinya. sudah larut malam. Berarti jumlah anak tangga yang ia lalui tadi
jumlahnya sangat banyak sekali lain kalli ia tidak akan berbuat kesalahan lagi.
Mungkin tindakannya tadi mencoba menyadarkan dirinya bahwa Nuni adalah sesuatu
yang tidak mudah untuk diraih dan ditaklukan. Tapi kejadian tadi sempat
membuatnya menatap wajah yang ia rindukan itu. tiba-tiba ia mengambil foto Nuni
dengan figura yang cantik. Ia menaruhnya
di meja kamarnya.
“Kenapa setiap aku bertemu kamu aku selalu kayak gini…” keluh Narang.
Tamparan yang ia rasakan tadi pagi entah mengapa, Narang merasa bahwa ia tidak
ingin menamparnya. Mungkin perasaannya saja yang berkata seperti itu.
Nuni terbangun, dari
tidurnya dan langsung melihat rekaman CCTV
yang merekam apa yang telah dilakukan Narang tadi sewaktu mengantarnya. Nuni
melihat pengorbanan yang dilakukan Narang, berbeda dengan dilakukan Badai,
kalau Badai pasti langsung mengomel dan menyuruhnya bangun setelah itu ia
turun. Tapi Narang bukannya kesal ia malah mengantarnya ke kamarnya. Naranglah
orang yang pertama kali menginjakkan kaki di kamarnya, dia orang ketiga setelah
Ayah dan Ibunya yang masuk ke kamar itu. dan yang tambah membuat Nuni terpekur
adalah ia masih sempat memperhatikannya menyuruh pelayannya mengganti
pakaiannya menutup jendela…. Apakah Narang masih ingat dengan itu semua….??
Sedangkan Badai orang yang akan menikah denganku tidak tahu sama sekali dengan
itu…??
Dan mengapa juga ia
sangat terkejut bertemu dengan Ayahnya sendiri..? Badai tidak pernah
menceritakan apapun tentang adiknya itu. Dan narang juga tidak pernah
menceritakannya. Nuni masih sangat bingung dengan yang terjadi di hidup Narang
setelah ia pergi meninggalkan rumah itu beberapa tahun yang lalu dan bertemu
kembali dengan kondisi seperti ini. Dan hidung itu… apakah karena pukulan itu,
pukulan tongkat baseballnya yang ia
terima karena mencoba melindungi ibunya…?? Hati Nuni sangat jauh menerawang
tentang Narang, yang ia temui tadi pagi. Sebenarnya dirinya sangat merindukan
sosok lelaki itu, hanya saja kekesalan hatinya karena lelaki itu tidak pernah
membalas surat yang beberapa kali ia kirim. Tapi setelah bertemu dengannya
rasanya ia ingin sekali sedikit menghilangkan rasa sedihnya yang ia lihat
sendiri. Ia sangat terpekur melihat perjuangan Narang yang menggendongnya
sampai ke kamarnya. Nuni yakin bahwa seluruh tubuh Narang sakit semua. Ia
bingung harus berbuat apa jikalau dirinya bertemu lagi dengan lelaki itu.
Narang tidak bisa
tidur, ia merasakan sakit diseluruh tubuhnya saat ini, pasti besok ia tidak
bisa bangun dan bekerja seperti biasa. Ia ingin sekali memaki orang yang sudah
membuatnya melakukan hal konyol tadi. Menaiki tangga sambil menggendongnya
sampai di kamar tidurnya, dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tiba-tiba
saja di dalam keheningan malam, ponselnya berdering, dengan bersusah payah ia
meraih ponselnya, siapa sih orang yang menghubunginya di tengah malam seperti
ini. Ternyata, itu telepon dari Seto, kakak sepupunya.
“Halo.” Ujar Narang setengah terjaga. Sepertinya Seto memberitahu
sesuatu yang sangat penting sampai-sampai menghubunginya tengah malam seperti
ini. Sambil mangut-manggut setelah itu ia menaruh kembali ponselnya dan
melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya kondisi Narang benar-benar parah.
Ia bahkan tidak bangun dari tidurnya. Ia juga tinggal sendirian. Bingung harus
meminta bantuan kepada siapa. Tidak lama kemudian pintu rumahnya di ketuk,
terdengar suara memanggil-manggil namanya. Narang kenal dengan suara orang itu
cepat-cepat Ia menelpon orang itu dan mengabarkan keadaanya. Seorang itu adalah
teman Narang, ia terkejut melihat Narang menelponnya. Namanya Ken.
“Halo, kau ada dimana sih, aku di depan.” Keluh Ken. Saat ini Ia belum
tahu kondisi temannya yang sedang sekarat di dalam.
“Ken, aku gak bisa bangun sekarang..” ujarnya dengan wajah kesusahan
Tanpa berpikir
panjang lagi Ken langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Takut sesuatu yang
buruk terjadi. Betapa terkejutnya Ken melihat Narang dengan kondisi separah
itu. Ken langsung membopong tubuh Narang dan membawanya ke rumah sakit.
Walaupun Narang bersikeras menolak tapi Ken ngotot. Akhirnya Narang pasrah
dengan tindakan Ken. Sudah pasti Nuni akan memarahinya habis-habisan karena ia
tidak bisa bergerak hari ini. Walaupun ia tidak bisa memungkiri tubuhnya
seperti mati rasa, berjalan saja susah apalagi harus membawa kendaraan.
Sesampainya di rumah
sakit, Ken yang bisanya bertingkah dingin, pagi ini begitu berbeda Ken, berubah
menjadi lelaki yang cerewet dan terlalu berlebihan. Narang hanya menuruti
segala sesuatu yang di lakukan oleh sahabatnya itu tidak ada gunanya menolak
niat baik Ken. Setelah Narang diperiksa oleh dokter yang menanganinya, Narang
diminta untuk berisitirahat dulu aktifitasnya, kalau dipaksakan lengannya bisa
tambah parah. Entah mengapa hati Narang tiba-tiba menjadi sedih dengan
kondisinya. Bukan karena ia tidak bisa bergerak bebas, tapi karena ia mungkin
belum bisa bertemu dengan seseorang yang sudah membuatnya seperti ini. Masuk
rumah sakit…? Baru kali ini kondisinya bisa drop.
Karena kelelahan
mengurus Narang seorang diri, Ken merasa capek juga dan terduduk di sofa. Baru
kali ini ia melihat Narang masuk rumah sakit. Ken masih belum tahu apa-apa
tentang yang terjadi pada sahabatnya itu. Tiba-tiba ponsel Narang berdering,
nama Nuni muncul di layar. Narang menelan ludah melihat nama pada layar
ponselnya. Apa yang harus ia lakukan, haruskah ia bilang bahwa ia masuk rumah
sakit karena sudah menggendongnya tadi malam sambil menaiki tangga..?
Narang risau, tapi tiba-tiba dengan cepat Ken mengangkat telepon itu.
Tidak dipedulikannya Narang yang melarangnya dengan membelalakan matanya
lebar-lebar.
“Halo…” jawab Ken datar.
Nuni kaget mendengar suara yang tampaknya berbeda dari biasanya.
“Maaf ya Narang sedang di rumah sakit, tangan dan badannya mati
rasa..” lanjut Ken
Sekali lagi Nuni terkejut. Narang memanggil nama Ken dengan sedikit
berteriak
“Biarkan dia istirahat dulu, saya temannya.” Ken langsung menutup
telepon seperti tidak terjadi apa-apa. Karena kesal Narang melempari Ken dengan
bantal dan tepat mengenai wajahnya.
“Narang apa-apan sih.” Dengus Ken heran dengan tingkah Narang
“Kamu yang apa-apaan, seenak saja angkat telepon tadi.” Ujar Narang
kesal
“Yah udah aku minta maaf yah kamu kan gak bisa angkat telepon jadi….”
Ujar Ken sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Telepon dari siapa sih ?” Tanya Ken dengan wajah yang penuh dengan
tanda tanya.
Wajah Narang langsung cemas, ia takut kalau Nuni berpikiran yang
tidak-tidak saat ini.
“Apa kamu jadi seperti ini karena orang yang menelpon tadi, siapa
Nuni…?” sahut Ken. Narang tidak menjawab, bisa saja karena Ken gadis itu bisa
tambah marah padanya. Seperti tersambar petir di pagi hari, Ken baru sadar
bahwa Nuni itu adalah wanita yang pernah ada di masa lalu Narang. Sekarang Ken
sadar mengapa Narang menjadi stress sekarang. Langsung saja Ken berlutut di
hadapan Narang. Ia sungguh menyesal sekarang, betapa bodohnya ia. Narang sangat
berusaha keras untuk meminta maaf pada gadis itu, tapi gara-gara tindakannya
tadi bisa jadi…..
“Rang, Narang aku minta maaf aku lupa, kalau Nuni….” ujar Ken dengan
penuh penyesalan
“Udalah, udah terlanjur.” Ucap Narang datar sambil berbaring. Sekarang
kepalanya yang bertambah sakit.
“Jadi kamu sakit sekarang karena dia..?” tanya Ken
“Iya aku gendong dia, naik tangga yang gak tahu jumlahnya berapa.”
Lanjut Narang
Sekali lagi Ken hanya bisa menganga di tempatnya. Begitu besarnya
pengorbanan Narang untuk gadis itu. Tanpa pikir panjang lagi Ken langsung
bergegas keluar, dengan niat ia bisa bertemu dengan Nuni dan memberitahukan
kondisi Narang.
“Ken, Ken,,, Keeennnnn…!!!” Sia-sia saja Ia memanggil Ken, sahabatnya
itu sudah melesat jauh. Kalau saja saat ini tubuhnya tidak parah begini, Nuni
tidak akan kebingungan dengan yang sudah terjadi.
Nuni hanya bisa
terduduk, pandangannya kosong. Narang sakit..?
Karena apa? Apakah karena menggendong dirinya tadi malam, melewati
tangga…? Nuni tidak tahu apakah tindakannya semalam itu benar atau tidak, yang
jelas ia sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Sampai-sampai menjawab telepon
saja susah. Ia ingin menelpon Narang lagi tapi, di hatinya seperti ada ganjalan
yang menahannya..
Narang tidak tahu harus berbuat apa sekarang, ia ingin sekali menelpon
Nuni menjelaskan kondisinya dan meminta maaf atas tindakan Ken tadi. Tapi ia
takut Nuni tidak mau menerima teleponnya.
Entah darimana ia
bisa tahu alamat Nuni Ken sudah sampai di rumah megah milik keluarga Nuni. Ken
hanya bisa berdecak kagum, ia sudah bisa membayangkan tangga yang menjadi saksi
kegigihan Narang pada saat mendakinya. Membayangkannya saja sudah membuat Ken
lelah apalagi menaikinya. Tak lama kemudian keluarlah Nuni dari dalam rumah,
Dengan tergesa-gesa, Ken menghampiri Nuni, tapi bodyguardnya jauh lebih besar darinya.
“Permisi Mba Nuni,,” Panggil Ken, dengan sedikit teriakan.
Merasa terusik dengan surara Ken, Nuni menghampiri dan menyuruh bodyguardnya menjauh.
“Terima kasih, tadi saya yang angkat telepon Narang, karena tangannya,
gak bisa bergerak,” Jelas Ken “saya minta maaf atas tindakan saya tadi andai
saya tahu kalau…”
“Iya-iya saya juga minta maaf saya tidak tahu kalau Narang… sakit..”
ujar Nuni pelan.
Ken tahu bahwa Nuni sebenarnya sedih, hal itu tergambar dari raut wajahnya.
“Sampaikan pada Narang,, istirahat saja dulu. Nanti jika dia sudah
sembuh dia harus kembali bekerja.” Lanjut Nuni sambil tersenyum kecil dan masuk
kembali ke dalam rumah. Ken terpana pada kencantikan gadis itu. tapi langsung
tersadar dan bergegas kembali ke rumah sakit menyampaikan pesan dari Nuni.
Sudah tiga hari
berlalu, selama itu pula Narang terus-terusan memikirkan Nuni. Ia sebenarnya
sudah sangat ingin keluar dari rumah sakit ini dan kembali bekerja, tapi ia
harus benar-benar sembuh agar tidak sakit lagi. Sampai hari ini juga Nuni belum
memberikan kabarnya, bahkan sms sekalipun. Ken yang terus menjaganya hanya bisa
geleng-geleng kepala melihat kondisi Narang, yang sebenarnya batinnya yang
sakit bukan fisiknya hanya bisa tertawa saja.
“Hmm,,,, kepikiran yah…?” goda Ken. Sontak membuat Narang naik darah
hendak memukul Ken, tapi tangannya belum pulih.
“Tunggu sampai tanganku pulih, aku habisi kamu.” Ancam Narang
“Aku bercanda,” Ujar Ken sambil melindungi wajahnya.
“Hmm, ngomong-ngomong waktu kamu bertemu Nuni dia baik-baik saja
kan…?” tanya Narang
“Kayaknya dia sedih dengar kamu sakit deh aku bisa lihat dari
wajahnya…”
“Apa ? kamu lihat apa?” tanya Narang meraih kerah baju Ken dengan
susah payah.
“Yah aku lihat wajahnya masa rambutnya,” ujarnya sambil melepaskan
tangan Narang dari bajunya.
“Tenang saja, aku gak akan naksir dia, kecuali aku harus mengalahkan
kamu dan kakakmu.. hhh..” keluh Ken
“Aku hargai usahamu untuk mendapatkan hati gadis itu lagi kawan…” ujar
Ken tulus sambil menepuk-nepuk pundak Narang.
“Makasih yah, berapa hari ini maaf kalau aku sensitif tentang Nuni,”
Narang menepuk pundak Ken juga. Harus Narang akui kalau Ken tidak ada
kondisinya bisa lebih parah, Ken lebih baik dari pada keluarganya sendiri.
Paling tidak ia tidak akan mendengar suara-suara sumbang seperti dulu.
Tanpa Nuni sadari,
perasaan rindu mulai merambat perlahan menghiasi hatinya. Ia mulai merindukan
Narang, tapi disisi ali ia masih terus memikirkan Badai… calon tunangannya.
Nuni tahu Narang pasti ingin tahu kabar tentang dirinya. Mungkin ia takut kalau
ia sedang bersama Badai. Entah mengapa saat sedang bersama Badai seperti saat
ini melihatnya dari dekat, orang yang sangat ia inginkan dari dulu ia sangat
bahagia. Tapi ada kerikil kecil yang mencoba meruntuhkan perasaannya pada
Badai… Dengan cepat Nuni segera menyandarkan kepalanya di bahu kekar Badai.
Badaipun langsung memeluk Nuni sambil terus berbincang dengan kliennya.
Karena merasa sudah
baikan Narang memutuskan untuk keluar dari rumah sakit, lebih awal dengan
dibantu Ken mereka pun keluar dari rumah sakit, sebelum pulang Narang meminta
Ken mampir ke rumah Narang, entah mengapa lelaki itu merasa Nuni berada disana…
Ken menyanggupi dan mengantarkan Narang ke rumahnya. Entah mengapa hati Ken
juga berdebar-debar ia takut Narang… ia buru-buru menyapu pikiran itu.
sesampainya di rumah Narang, Ken membelalakan matanya melihat Nuni bersama
Badai.
Jauh di lubuk hati Narang ada perasaan bahagia dan
juga sedih. Wajah Nuni sangat nyaman berada dalam pelukan Badai. Ken juga sama
terkejutnya firasat Narang terbukti, ia hanya bisa melihat wajah tegar dari
Narang sekaligus kecewa. Tiba-tiba Narang keluar dari mobil agar bisa melihat mereka
berdua lebih dekat. Narang sangat bahagia melihat Nuni bisa bersama dengan
Badai saat ini, wajahnya sangat bahagia bersama lelaki yang dari dulu ia
idam-idamkan. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, melihat dirinya yang sendirian
tanpa bisa menyentuh Nuni. Kedua tangannya masih sakit, Narang tidak yakin
apakah Badai melakukan apa yang ia lakukan seperti waktu malam itu. Badai tidak
suka dengan hal-hal seperti itu.
Sampai semua klien Badai pergi, Badai masih setia
memeluk Nuni. Nuni tersenyum bahagia dan semakin mempererat pelukannya pada
Badai sepertinya enggan untuk melepaskannya. Biasanya pagi hari seperti ini
sangat segar terasa tapi tidak seperti pagi ini, terutama bagi Narang
tenggorokannya terasa tercekik dadanya sesak. Setelah melihat Nuni, ia masuk ke
mobil dan bergegas kembali ke rumahnya.
Ken, juga dapat merasakan kesedihan Narang, udara saat ini terasa
dingin tapi Narang membuka kaca mobilnya, membiarkan udara dingin merasuki
hatinya yang sedang terbakar, api membara.
Narang tidak tahu
harus menempatkan hatinya dimana. Haruskah ia memperjuangkan perasaan yang
sudah tumbuh bertahun-tahun, ataukah harus membuangnya dan tidak mengingatnya
lagi. Haruskah ia merelakan gadis yang setiap malam ia mimpikan, terenggut
orang lain? Haruskah ia tidak berbuat apa-apa, apakah ia tidak bisa mengucapkan
kata suka padanya sekali saja. Ia mantapkan hatinya bersiap dengan ujian yang
akan melanda hatinya lagi….
Dengan sekuat tenaga ia kembali pada pekerjaanya, menjadi supir
pribadi Nuni. walaupun hatinya sudah tidak sanggup lagi tapi ia tidak mau
menjadi pengecut, yang tiba-tiba menghilang. Dan akan mengakibatkan masalah
lain.
Begitu terkejutnya
Nuni melihat Narang datang, ke rumahnya. Narang telah membukakan pintu mobil
untuk Nuni, tapi alangkah terkejutnya Narang melihat Badai ada bersamanya. Narang berusaha
bersikap wajar memaksakan diri tersenyum.
Badai melihat Nuni, Nuni segera menjelaskannya.
“Dia supir baru…?” Tanya Badai sambil memandang Nuni.
“Ia, supir pribadi. Sengaja kalau kamu nanti sibuk aku bisa suruh dia.”
Terang Nuni
Narang berusaha bersikap sewajarnya. Rasanya ingin sekali ia memeluk
Nuni, tapi Badai tiba-tiba ada bersamanya lagi.
“Yah udah kalu gitu aku berangkat dulu, gak lama kok hanya 3 hari saja
di London, kamu mau oleh-oleh apa?”
tanya Badai. Badai ada tugas di luar bisa saja itu jadi kesempatannya untuk
dekat dengan Nuni.
“Oh iya selama saya gak ada Nuni gak boleh keluar dulu, kalau dia
butuh seseuatu kamu bisa membelikannya.” Ujar Ayah Nuni. ternyata mereka berdua
akan pergi bersama. Makin jauh saja kesempatan Narang, mungkin setelah kejadian
semalam orang-orang ini semakin protektif pada Narang.
“Sekarang antar kami berdua ke bandara, Nuni bisa pakai mobil yang
satu.” Ajak ayah Nuni langsung diikuti Badai. Nuni menyuruh Narang mengantar
mereka. Walau sedikit tidak suka tapi Narang harus mengantar mereka, mereka
berdua terkesan dengan kemampuan menyetir Narang, keselamatan Nuni lebih
penting.
“Kemampuan kamu boleh juga di tambah lagi kamu masih muda, mata kamu
masih segar,” Puji ayah Nuni.
“Terima kasih pak,” jawab Narang
“Saya minta maaf atas kejadian mengantar Nuni sampai kamu sakit,” ujar
Badai
“Tidak apa-apa pak, saya sudah sembuh sekarang,” jawab Narang sambil
tersenyum
Mereka berduapun membalas senyuman Narang.
Sampailah mereka di
bandara, Narang membantu membawa barang-barang ayah Nuni sementara Nuni membawa
barang-barang Badai. Badai memeluk dan mengecup kening Nuni mesra. Nuni merasa
malu dilihat banyak orang. Narang tidak sanggup melihat wajah Nuni melihat
Badai, sepertinya tugasnya sudah selesai akhirnya mereka kembali bersatu, tapi
dirinya tidak mendapatkan hatinya Nuni sepertinya Nuni benar-benar
melupakannya. Andai saja ia tahu bahwa ia dan Nuni akan di jauhkan seperti ini,
mengapa ia tidak menculik Nuni pergi jauh supaya tidak ada yang bisa menemukan
mereka selamanya……. Pikiran gila itu melintas dipikiran Narang, tugasnya bahkan
lebih berat harus menjaga gadis itu dari jauh. Ia tidak dibiarkan dekat-dekat
dengan Nuni kecuali kalau ada Badai.
Tidak sadar Narang
tertawa, terbahak-bahak di dalam mobil sendirian menjaga mobil Nuni di
depannya. Dia menaikkan volume music
player mobil yang ia kendarai sekarang. Sampai di rumah Nuni ia harus
memastikan Nuni masuk kedalam rumah dengan selamat. Berbicara saja dengannya
tidak sempat. Narang keluar dari dalam mobil dengan dasi sudah dikendorkan,
sambil duduk di atas mesin mobil. Sambil masih terus tersenyum, ponselnya
berdering ayah Nuni menghubunginya.
“Bagaimana keadaan Nuni..?” Tanya Panji
“Baik, pak.” Jawab Narang. Setelah panggilan berakhir ia segera
membanting ponselnya ke lantai, dan pecah sampai berkeping-keping. Hanya dengan
cara ini mereka berdua tidak akan bisa menghubungi dirinya lagi. Sontak suara
itu membuat Nuni kaget dan membuka jendela kamarnya. Melihat Narang membuka jas
hitamnya, membuangnnya di lanti, melepas dasinya dengan kasar. Setelah itu ia
terduduk. Dadanya naik turun. Ia ingin sekali berteriak. Dari atas kamarnya
Nuni terkejut melihat Narang menjadi seperti itu, dengan cepat Ia menghubungi
nomor Narang.
Ponsel Narang
ternyata masih berbunyi tanpa berpikir panjang ia mengambilnya dan hampir
membantingnya, tapi tangannya terhenti melihat nama Nuni. Tanpa sadar Narang
menoleh keatas ia melihat Nuni sedang melihatnya dengan wajah terkejut.
Akhirnya Narang mengangkatnya.
“Halo.” Jawab Narang dengan napas naik turun. Belum pernah ia se emosi
ini.
“Halo.” Jawab Narang untuk kedua kalinya
“Halo.” Jawab Narang untuk ketiga kalinya.
Nuni seperti
kehabisan kata-kata, ia bingung harus bicara apa pada Narang. Lebih terkejutnya
lagi baru kali ini ia melihat Lelaki itu begitu emosi. Seperti hanyut dalam
perasaan masing-masing, mereka berdua terdiam sambil masih memegang ponsel.
‘Kamu…’ tanya Nuni
‘Aku gak apa-apa, Cuma emosi tenang saja’ ujar Narang sambil melihat
Nuni dari kejauhan. Narang bangkit dari duduknya meraih jasnya dan berjalan
keluar dari rumah Nuni saat itu sudah pukul 10.00 malam.
Di dalam bus Narang duduk bersandar pada kaca bus
pikirannya menerawang jauh. Nuni sudah melihatnya tadi ia bingung harus menjelaskan
apa. Bisakah ia jelaskan bahwa ia tertekan tidak bisa melihatnya dari dekat. Ia
harus berjuang menghalau perasaannya selama ini, berusaha agar tidak pergi
lebih jauh lagi, ia takut tidak bisa kembali dan hilang nantinya. Nuni belum
bisa memejamkan matanya. Narang… ia tahu bahwa lelaki itu sedang terluka, marah
dan sedih. Nuni sadar kedua lelaki itu menginginkan dirinya. Tapi Badai telah
lama berada di hatinya lama sebelum ia bertemu dengan Narang…. Sedangkan
Narang, entah apa yang membuat hatinya berdesir ketika melihatnya. Di tambah
lagi selama ini ia sudah meninggalkannya begitu lama. Nuni tidak bisa
membohongi dirinya ia merasa nyaman berada bersama Narang, tapi ia mencintai
Badai…..
Sepertinya Nuni harus mempertegas hatinya dan memberitahukan Narang
agar tidak mengharapkan apa-apa darinya. Tapi apakah ia sanggup untuk
mengatakan hal itu?
Saat fajar belum
menyinsing Narang sudah datang seperti yang diperintahkan kepadanya. Ia tidak
bisa terus begini daripada ia terluka ia harus mendengar langsuung dari Nuni
tentang perasaannya, apakah masih ada sedikit peluang untuknya. Entah mimpi
atau bukan, Narang melihat Nuni berjalan
ke arahnya dengan dikawal bodyguardnya.
Setelah Nuni berada tepat di depannya ternyata itu bukan mimpi. Dengan sigap
Narang berdiri mereka berhadapan. Nuni meminta kedua bodyguardnya, sedikit menjauh. Nuni memulai permbicaraan dan
melihat Narang memandangnya
“Aku, aku Cuma mau bilang…” Nuni mengatur napasnya “Aku masih sangat
mencinta Badai. Dan juga aku gak bisa memberikan kamu harapan apa-apa..”
“Aku tahu, aku juga sedang berusaha menempatkan perasaanku sendiri”
Apakah aku harus mempertahankannya atau menguburnya dalam-dalam”
terang Narang
“Narang aku gak bisa bohongi diriku sendiri, daripada kamu
terluka,,,,”
Narang hanya tersenyum
“Andai dari dulu kamu bilang ini, pada saat kamu meninggalkan aku
dulu. Asal kamu dari dulu sampai sekarang aku masih nunggu untuk bilang suka
dan cinta sama kamu” lanjut Narang. Ia merasa seperti jatuh dari gedung 100
lantai.
“Aku gak akan pernah bertahan dengan perasaan bodoh ini, dan tidak
mendapatkan apa-apa.” Desah Narang
Nuni, merasa dirinya begitu bodoh sekarang. Melukai perasaan lelaki
baik ini.
Tidak terasa Narang meneteskan air mata. Ia merasa begitu bodoh
menangis di depan Nuni.
“Kalau aku tahu akan jadi kayak begini, aku gak akan nerima ajakan
kamu dulu..” ujar Narang sambil berurai air mata. Nuni juga tidak kuasa menahan
tangisnya. Sudah banyak luka yang ia berikan kepada lelaki ini…
“Aku merasa bodoh sekarang hidup dalam perasaan yang hampa. Tugasku
juga sudah selesai kamu dan Badai sekarang udah bersatu lagi, aku udah yakin
pasti aku yang akan terluka karena kebodohan masa lalu.” Ujar Narang
“Sekarang aku sudah bisa pergi dari hidup kalian kan..? oh iya kamu
sudah maafin aku kan..?” tanya Narang sambil tersenyum.
Narang menyentuh kedua pundak Nuni. Ingin sekali ia
memeluk gadis ini. mengajaknya pergi
yang jauh. Jauh dari Badai, keluarganya, urusan kerajaan…..
“Nuni, ayo kita pergi dari sini, kita pergi ke tempat yang jauh supaya
gak akan ada yang ganggu kita. Seharusnya aku bilang itu dulu bukannya
membiarkan kamu pergi” Ujar Narang sambil melepaskan tangannya dari pundak
Nuni.
“Tolong jangan buat aku harus menggali perasaanku yang mulai hari ini
akan buang, akan ku hilangkan, semoga aku mampu. Berbahagialah dengan Badai….”
Narang perlahan berjalan menjauh meninggalkan Nuni.
Tidak lupa ia membuka setelan jas, dasi pemberian Nuni dulu. Mulai hari itu ia
tahu harus membawa kemana hatinya. Ia harus bisa membuat hatinya melupakan
gadis itu. semua barang-barang yang berbau tentang Nuni ia simpan termasuk
foto, yang berada di dekat tempat tidurnya. Rasanya ia tidak ingin
menyimpannya. Tapi hal itu harus ia lakukan. Foto itu langsung ia taruh di
kardus. Dan semuanya tentang Nuni. dan ia menyuruh kurir mengirimkannya kepada
Nuni….
Ken, sahabatnya
selalu memberikan hiburan pada Narang. Tapi itu tidaklah mudah. Menurut Ken,
Narang adalah sosok lelaki yang benar-benar setia. Sudah bertahun-tahun ia
menunggu saat yang tepat untuk menyatakannya pada gadis pujaannya yang
sebenarnya tidak mencintainya, hanya mengkhasihaninya saja. Pantas saja ia
selalu menangis bila sedang sakit hati. Cinta memang rumit, Narang tidak pernah
merasakan cinta setelah ibunya pergi, dan sosok itu ada pada Nuni gadis yang ia
cintai. Tapi ia tidak bisa mendapatkan itu setelah menunggu sekian lama….
Narang bukanlah sesuatu yang harus di kasihani tapi harus di cintai,
karena ia adalah orang yang mencintai dengan kasih sayang yang tulus dengan
segenap hatinya…..
Semoga Narang bisa kembali mendapatkan potongan hatinya yang telah
pecah dan berhamburan dimana-mana…..
To be continued……..