Rabu, 14 September 2016

Narang Adalah Teguh (Bagian 1) Novel



Prolog….
            Terdengar bunyi ketukan pintu yang mampu membangunkan seorang pemuda yang bersusah payah bangun dari mimpi indahnya, sambil berjalan terseok-seok menuruni anak tangga rumahnya bergegas untuk membuka pintu. Tidak dipedulikannya wajah kusutnya dan rambut yang masih acak-acakan, di dalam hati ia sedikit mengeluh siapakah gerangan orang yang datang bertamu pagi buta begini di rumahnya. Mungkinkah tetangga sebelah sedang meminta bantuannya? Ataukah kakek Tua yang sering datang ke rumahnya dan mengira dirinya cucunya.
            Sesampainya di pintu alangkah terkejutnya ia, melihat petugas pos datang membawa setumpuk surat yang sepertinya sudah berminggu-minggu berada di kantor pos.
“Apakah betul ini rumah Saudara Narang Sastranegara?” tanya tukang pos itu.
“Iya dengan saya sendiri, ehm semua surat itu…”
“Oh iya ini semua surat ini untuk Anda dari…..” tangan tukang pos itu sibuk mencari nama pengirimnya.
“Semua pengirim surat ini dari Saudari, Faranunni Fatiah” lanjut tukang pos itu.
Kening Narang berkerut. Ia terlonjak kaget. Sudah lebih dari 10 tahun ia tidak pernah mendengar kabar dari gadis itu… sekarang Nuni malah mengirimi ia surat. Narang yakin surat itu pasti berisi, amarah Nuni. Ia pasti masih sangat marah atas kejadian yang menimpa Nuni, terlebih itu karena dirinya.
“Iya makasih banyak pak, akan saya ambil suratnya” Narang langsung bergegas mengambil semua surat-surat itu. bergegas masuk ke dalam rumahnya membaca semua surat-surat yang Nuni kirimkan.
“Kenapa Nuni mengirim surat sebanyak ini, yah? Pasti sedang terjadi sesuatu.”

            Satu persatu surat ia baca dengan seksama, memang benar apa yang ia duga isi surat itu pasti semuanya tentang amarah Nuni. Sesaat ia berhenti membaca kepalanya terasa pening Nuni pasti benar-benar marah padanya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika mereka berdua harus bertemu. Tibalah pada surat yang terakhir, dilapangkan dadanya, ditegakkannya dagunya dan kata Istighfar selalu terucap dari bibirnya. Sambil mengusap peluhnya dibukanya amplop surat itu, tanggal pengirimannya baru satu minggu yang lalu, melihat jangka waktu surat-surat yang lain surat yang terakhir ini pasti sangatlah penting. Dengan hati-hati ia membaca surat itu.





            Untuk: Narang                                                      22 Agustus 2015

Semoga kamu baca surat yang aku kirim ini, aku harap kamu bisa baca. Aku sebenarnya malu harus bilang ini ke kamu, tapi Cuma kamu yang bisa ngelakuin ini. Bukan berarti aku sering kirim surat lantas aku bisa maafin semua kesalahan yang kamu lakuin selama ini. langsung aja. Kalau kamu mau mengurangi sedikit kesalahanmu sama aku, kamu harus bantu aku. Yang harus kamu lakuin adalah kamu harus datang ke rumahmu, yah mungkin berat tapi kamu harus datang ke rumah. Nanti aku akan datang bertemu dengan keluargamu tentunya kakakmu itu pasti sangat kaget melihat kedatanganku nanti. Jadi pasti aku dan kamu akan bertemu dengannya. Dia tentu sangat terkejut dengan kehaadiran kita berdua. Aku ngelakuin itu semua untuk buat dia menyesal dengan apa yang telah ia perbuat dulu. Kalau memang mau aku maafin kamu harus datang. Ingat pada saat kita bertemu nanti kamu harus meluk aku perlu kamu boleh cium aku jikalau kamu sanggup ngelakuin itu aku anggap kamu mau membantuku dan mulai saat itu drama ini kita mulai.
Jika surat ku ini baru sampai minggu depan dari tanggal pengirimannya maka pada tanggal kamu menerima surat ini adalah hari H nya. Semangat..
                                                           
                                                                                                                                                                                                            Salam
                                                                                                                                                                                                                                               
                                                                                    Faranunni.

Bagian 1
           
Begitu selesai membaca surat itu mendadak Narang merasakan kepalanya sangat pening. Nuniiiiiii. Apa sih yang gadis itu mau. Kenapa semuanya harus sesuai dengan kemauannya. Betapa kesalnya Narang sampai-sampai ia membuang semua surat-surat yan dikirimkan Nuni untuknya. Mengapa harus hari ini, mengapa harus diakhir pecan ia haru kembali ke rumahnya hanya untuk tujuan satu orang gadis yang bernama Nuniiiiiiii…….!!!!!!!!!!!!!!!!. Gadis itu mungkin telah terbentur sesuatu di kepalanya. Apa jadinya jika ia tidak datang hari ini, ia pasti punya rencana apakah dengan mengajaknya pulang semua rencananya bisa berhasil. Dan mengapa harus dirirnya, mengapa ia tidak menyuruh orang lain saja. Ia merasa sangat kesal hari ini jam istirahatnya harus terganggu oelh seorang gadis bernama Nuniiiiiii…..!!!!
“Awas kalau rencana kamu nggak menarik Nuni..” Gerutu Narang
“Nuuuunniiiiiiiii……..!!!!!!!!!!!” Teriak Narang yang tidak tahu harus berbuat apa lagi.

            Entah dari mana asalnya suara teriakan Narang yang penuh dengan nada kekesalan itu sampai ke telinga Nuni yang sedang asyik berdandan di salon. Hari ini ia punya pertemuan penting. Narang lelaki itu pasti sudah takluk dia pasti datang hari ini. Refleks majalah yang dipegangnya jatuh ke lantai dengan bunyi debuman yang keras. Sontak membuat seluruh pengunjung salon terkaget-kaget melihat gadis itu menjatuhkan majalah. Sambil tersenyum maklum Nuni mengambil kembali majalah itu dan meminta maaf. ‘belum aja dia datang udah buat kekacauan kayak gini’. Serasa paham dengan apa yang telah terjadi padanya hari ini.
Bukannya Narang tidak ingin pergi ia sudah siap, dandanannya sangat rapih dan bersih. Rasanya kakinya susah untuk melangkah. Apakah ia sanggup menginjakkan kakinya di rumah itu lagi setelah 15 tahun silam ia hidup seorang diri, bebas dari peraturan ketat yang di berlakukan di rumah itu sejak ia kecil, hidupnya selalu kurang bahagia. Untung saja gadis seperti Nuni sudi untuk bersusah payah untuk berteman dengannya. Sampai datang situasi dimana ia harus kehilangan semuanya, dan ia sendiri memutuskan untuk pergi saat ia masih berusia 5 tahun dan kini ia harus kembali kesana dengan semua kenangan buruk dan indah yang pernah ia dapatkan disana. Narang yakin alasan mengapa Nuni mengajaknya pulang adalah karena Badai. Kakaknya orang yang sangat Nuni cintai hingga saat ini. Jikalau Narang pulang hari ini Nuni pasti sangat senang karena ia bisa bertemu dengan kakaknya itu. membayangkan hal itu Narang sangat tersenyum.

            Gadis itu memang sangat pintar, itulah sebabnya perasaan bodoh apa yang merasukinya jikalau sampai saat ini ia masih mengharapkan gadis itu untuk suka padanya.
“Sampai kapanpun Nuni gak akan bisa melupakan Badai, sampai kapanpun…!” Teriak Narang sembari memukul kaca yang ada di kamarnya.
Sudah lebih dari 15 tahun sampai sekarang ia masih mengharapkan lelaki itu ? padahal kakaknya itu sama sekali tidak pernah melihat Nuni sekalipun. Kalau bukan karena Nuni, ia lebih baik di rumahnya, dadanya selalu bergemuruh jikalau harus bertemu dengan kakaknya itu. tapi demi Nuni ia rela harus, menemui orang yang masih sangat ia benci itu. bagaikan buah simalakama di satu sisi ia sangat ingin datang dan bertemu Nuni, satu sisi lagi ia tidak menginginkan bertemu dengan Badai….
            Daripada ia gila sendiri memikirkan hal itu dengan tekad yang kuat, ia pun pergi menuju rumah yang sudah lama ia tinggalkan itu, walau dengan sedikit berat hati pasti seluruh isi rumah mencercanya dengan berbagai pertanyaan nantinya. Narang benar-benar bingung harus menjelaskan apa nanti kepada mereka tentang kepergiannya selama ini dan tiba-tiba muncul kembali untuk satu orang gadis. Nuni.
Di dalam mobil Narang terus saja membanyangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan di lakukan Nuni nanti. Tapi jika ia tidak datang urusannya dengan Nuni bisa bertambah rumit dan panjang bisa-bisa gadis itu tidak mau menemuinya lagi….
Setelah berjam-jam ia berkendara sampailah juga ia di rumah masa kecilnya dulu, semuanya tidak berubah hanya ada beberapa bagian yang di renovasi. Setelah memarkirkan mobilnya dan merapikan jasnya Narangpun turun. Matanya mencari-cari gadis yang telah mengirimkan surat dan memaksanya untuk datang ke rumah ini lagi.

            Tiba-tiba seorang MC tampil di panggung dan membuka acara pagi ini. Narang melirik jam tangannya, tepat jam 10. ‘Huhh.. orang itu memang selalu tepat waktu’ ujar Narang dalam hati. Beberapa orang belum menyadari kehadirannya di tempat itu. Narang tidak tahu Nuni berada dimana, akhirnya ia mencari gadis itu dalam kerumunan orang-orang, tapi yang dicarinya belum Nampak juga. Tiba-tiba Narang mendengar sedikit kegaduhan di luar, ia pun bergegas memeriksanya. Tiba-tiba seseorang memegang bahunya, sontak membuat langkahnya terhenti. Seorang lelaki paruh baya dengan wajah yang tidak asing berdiri di hadapannya sambil menatap wajahnya, sembari membuka kacamatanya. Tiba-tiba wajah Narang berubah tegang melihat sosok dihadapannya yang menatapnya dengan ekspresi tidak percaya, sampai datang seorang lelaki, menjemputnya untuk segera berdiri di atas panggung.
            Narang hampir saja terjatuh kalau saja, tidak ada orang yang memegangnya saat ini. wajahnya pucat dan peluhnya membasahi wajahnya. Seseorang itu segera mengajaknya ke tempat yang lebih sepi. Ternyata Narang dibawa ke taman, kepalanya terasa agak pening, sambil mengusap peluhnya ia mengendorkan dasinya yang membuatnya sesak. Seseorang yang membawanya ke taman itu membersihkan wajahnya dari keringat sambil memegang dahinya yang dingin. Narang berusaha mengatur napasnya inilah alasanya mengapa ia sangat benci harus datang lagi kesini. Jikalau ia tidak salah, lelaki paruh baya tadi itu adalah ayahnya. Iya itu pasti ayahnya yang dulu sering sekali memukulinya dan mengekangnya Ia ingin sekali menghapus segala kenangan buruk itu tapi entah mengapa tidak bisa, ia tidak tahu apakah masih sanggup berada di rumah ini lebih lama lagi. Apakah tindakan bodohnya ini tepat ia lakukan…?
            Entah mengapa tiba-tiba saja air matanya jatuh, dengan cepat ia menghapusnya dan berusaha tegar. Ia ingin memperbaiki kesalahannya pada Nuni. Nuni..?? astaga sambil menepuk dahinya ia segera menyadari dimana ia berada, mengapa ia bisa sampai disini…? Siapa yang membawanya kesini ? dengan cepat ia segera bangkit dari kursinya, terdengar seseorang memanggil namanya ia berbalik dan melihat sosok itu. Seorang gadis jelita datang ke arahnya. Gadis itu sangat cantik mengenakan gaun berwarna cokelat dengan rambut yang dibiarkan terurai lembut. Menarik Narang kembali duduk di bangku taman. Narang sampai tidak percaya dengan pengelihatannya saat ini. Di pengelihatannya gadis itu tampak seperti ibunya sambil tersenyum padanya, seperti dulu sewaktu ia kecil, perhatian dan kehangatan gadis itu sangat persis dengan perhatian dan kehangatan ibunya. Narang sadar bahwa ia sedang mengkhayal sekarang, tapi gadis itu benar-benar seperti ibunya.
“Narang, narang….” Tanya gadis itu menyadarkan lelaki itu. Mata Narang tidak berhenti menatap Nuni. Seakan paham dengan kondisi lelaki itu, ia sedikit merasa bersalah tidak datang lebih awal. Karena ingin membiarkan lelaki itu mendapatkan kesadarnya ia pun segera bangkit dan beranjak pergi, tapi tiba-tiba Narang menarik tangannya.
“Ibu, mau kemana. Ibu mau pergi lagi..?” ujar Narang
Nuni sangat terkejut mendengar ucapan Narang, yang sangat jelas memanggilnya Ibu.
“Bu, jangan pergi lagi, kalau ibu mau pergi ajak aku sekalian bu, aku sendirian disini. Hanya ada satu orang yang sayang sama aku seperti ibu, tapi dia juga akan pergi.”
Lanjut Narang. Tiba-tiba Narang memegang tangan Nuni. Dengan wajah bersimbah air mata. Nuni tahu bahwa Narang benar-benar bersedih sekarang.
Sekali lagi Nuni terkejut melihat lelaki ini ia tidak tahu apa yang sudah terjadi ketika ia pergi meninggalkannya bertahun-tahun yang lalu. Sampai-sampai sekarang Narang menganggap Nuni sebagai ibunya. Tiba-tiba bayangan ibunya menghilang dari hadapannya, tinggallah Nuni dihadapannya.
Dengan tubuh lemas Narang langsung jatuh terduduk di bangku taman. Baru beberapa jam ia berada di rumah ini pikirannya langsung kacau. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ia datang kesini karena gadis yang berada disampingnya ini yang membuat teringat ibunya. Keduanya terdiam terbawa perasaan masing-masing. Hari ini Nuni melihat sisi lain Lelaki ini yang ternyata dibalik senyumannya itu ia sangat merindukan seseorang dan membutuhkan kasih sayang.
Sekali lagi air mata Narang jatuh lagi membasahi pipinya.  Selama ini ia jarang sekali menangis tapi mengapa setelah melihat gadis ini lagi air matanya terus mengalir, mengapa bayangan ibunya muncul bersama gadis ini…?? padahal seharusnya ia bahagia, telah bertemu kembali dengan gadis yang ia puja-puja. Mungkin kerinduannya pada ibunya sama dengan kerinduannya pada gadis ini sampai-sampai bayangan ibunya hadir bersama dengannya. Dengan ragu-ragu tangan Nuni ingin menyentuh bahu Narang. Memberikan penguatan walaupun Nuni tau bahwa itu tidak akan cukup. Tapi pada saat yang sama Narang berbalik dan melihat tangan Nuni sudah berada di depannya. Dengan pasrah, seakan paham dengan yang akan dilakukan Nuni, mungkin Nuni mengira ia sedang mempermainkannya dan hanya ingin mengambil kesempatan dengan memegang tangannya. Untung saja tadi ia tidak memeluknya karena mengira Gadis itu adalah ibunya.

“Kalau kamu mau pukul aku pukul aja, rencana kamu berantakan karena aku.” Ujar Narang dengan penuh penyesalan sambil menunduk di hadapan Nuni. Sebenarnya Gadis itu ingin sekali membelai wajah lelaki itu karena ia sudah terlanjur ketahuan dengan tindakannya tadi, akhirnya  ia pun menampar wajah Narang. selang beberapa menit darah segar keluar dari hidung Narang, Nuni kaget melihat itu. Narang menjauh dan membersihkan hidungnya sendiri.
“Karena hari ini gagal kita bisa coba besok lagi kan..?” Ucap Narang sambil membersihkan hidungnya dan tersenyum. Nuni kembali memukul Narang dengan membabi buta, sambil menangis.
“Kamu itu bodoh atau apasih….!!!!” Maki Nuni. Narang masih tidak tahu yang terjadi pada gadis ini. yang dirinya tahu bahwa dirinya salah karena tidak bisa muncul di hadapan Badai tadi pagi ia tidak mau tambah menambah kesalahannya. Tapi mengapa justru gadis itu sekarang menagis di  hadapannya tidak biasanya Nuni seperti ini.
“Aku minta maaf kalau semuanya jadi berantakan karena aku…”
Sekali lagi tangan Nuni mendarat di wajah Narang. Yang Narang tahu saat ini Nuni benar-benar marah padanya. Segera Narang berlutut dihadapan Nuni dengan wajah penuh penyesalan.
“Aku salah Ni, aku salah tapi tolong jangan benci aku lagi. Aku minta maaf sama kamu atas semua kesalahan aku dulu…. Aku tahu kamu akan sulit untuk maafkan kesalahan aku tapi……” Tiba-tiba Nuni memeluk Narang yang sedang bersimpuh dihadapannya. Sambil menangis tersedu-sedu. Ia memeluk lelaki itu erat-erat. Tanpa terasa Narang juga ikut menagis sambil menenangkan Nuni. Mengusap punggungnya. Entah mengapa hati Nuni sangat sakit melihat Narang menangis tadi dan ia masih juga menamparnya.
“Aku, aku minta maaf udah nampar kamu,…” ucap Nuni sambil menangis. Narang memegang pundaknya sambil tersenyum.
“Udah berhenti nagisnya, dandanan kamu luntur semua.” Hibur Narang. Nuni memukul dada Narang, lelaki ini memang sering membuatnya menagis dan tertawa.
Narang menatap lekat-lekat gadis itu. kerinduannya belum terbayar ia masih ingat gadis ini meninggalkannya dan pergi bersama Badai ke luar negeri tanpa memikirkannya sedikitpun. Ia tidak tahu apakah ia harus bahagia ataukah sedih setelah bertemu dengannya. Kesalahannya di masa lalu pasti sangat membuat hatinya sakit. Tamparan yang ia rasakan tadi sepertinya sudah cukup untuk membuat pipinya memar sekarang di tambah lagi hidungnya. Kalau saja tadi ia tidak bertemu dengan…. Ayahnya.
Tiba-tiba Narang melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Nuni.
“Makasih Jasnya, tapi itu sudah gak ada gunanya sekarang,” Tukas Narang. Sembari memegang kedua pipinya. Nuni merasa bersalah atas tindakan yang ia lakukan tadi, sebenarnya ia masih ingin memukul, dan menampar lelaki ini, tapi tadi setelah Ia melihatnya menangis, setelah kenal bertahun-tahun lamanya. Entah mengapa membuatnya ingin mengobati kesedihannya, di tambah lagi tadi lelaki ini menganggap dirinya Ibunya. Narangpun bangkit dari duduknya ia sedikit malu sudah menangis didepan Nuni tadi.
“Kalau kamu mau panggil aku kamu bisa hubungi nomor ini.” ujar Narang menyerahkan kartu namanya pada Nuni.
“Aku gak akan ambil nomor kamu, kamu aja yang hubungi aku. Sekali lagi aku minta maaf soal tadi. Aku pulang dulu kalau gitu.” Narang pun meninggalkan Nuni. yang  masih terduduk di bangku taman. Tapi tiba-tiba langkah Narang terhenti. Ia pun membalikan badan tiba-tiba Nuni sudah ada tepat didepanya. Narang sangat terkejut, dan sedikit menjauh dari Nuni.
“Kamu antar aku pulang.” Ujar Nuni sambil menarik tangan Narang dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Nuni.
“Tapi Ni mobilku….” Nuni langsung menutup pintu mobilnya dan segera masuk ke dalam mobilnya dan melesat menuju rumahnya.
Karena kelelahan Narang tertidur di dalam mobil Nuni, karena tidak sadar kepalanya selalu terbentur kaca mobil. Narangpun tersadar melihat Nuni yang juga kelelahan hampir terjatuh untung saja ia segera memeluk gadis itu. Dada Narang bergemuruh kembali. Ia memang selalu seperti ini ketika berada di dekat gadis itu. tiba-tiba supir menghentikan mobil sebentar agar Narang bisa mengangkat Nuni dan menyandarkanya di tempat duduk. Setelah Nuni bisa aman supir itu kembali membawa mobil itu menuju rumah Nuni.
Narang memegang tubuuh Nuni dengan jarak yang sangat jauh, ia takut jika Nuni mengira dirinya memanfaatkan kejadian ini lagi. Apalagi jika Badai tahu gadis yang sebentar lagi menjadi tunangannya ini dekat-dekat dengan dirinya. Setelah sampai di rumahnya, Narang bertambah bingung lagi supir itu tidak mau membopong tubuh Nuni, Nuni bukan orang sembarang yang mau jika tubuhnya disentuh. Apalagi oleh seorang supir. Selama hidupnya hanya ada dua orang yang sering mengangkat gadis ini, pertama ayahnya sendiri dan yang kedua Badai…. Dan yang lebih parah agi kamar gadis jelita ini berada di lantai teratas rumahnya. Membayangkannya saja sudah membuat Narang lelah. Tapi ia tidak punya pilihan lain, dengan hati-hati ia berusaha membangunkan Nuni dan membopong tubuhnya menuju kamarnya.
“Mengapa tubuhnya agak berat ya…?” ujar Narang pelan, entah Nuni setengah terjaga ia langsung memukul pipi Narang yang bengkak tadi. Hampir saja ia menjatuhkan gadis yang sekarang ada dalam gendongannya itu. Pipinya sangat sakit refleks ia berpegang pada pegangan tangga, mencoba menjaga keseimbangan tubuhnya. Peluhnya kembali menetes, sejenak ia menatap wajah gadis itu sangat nyenyak tidurnya. Ia melihat kamarnya masih jauh di atas. Perjalanannya masih sangat jauh.
Dengan sekuat tenaga lagi ia menaiki anak tangga yang tidak tahu sudah yang keberapa. Kalau Narang mau ia bisa saja membangunkan gadis itu dan menyuruhnya berjalan sendiri. Dengan napas yang terengah-engah ia beristiahat sejenak.
“Kenapa kamarmu jauh seperti ini sih, aku tahu aku salah.” Keluh Narang, tiba-tiba pukulan kedua kembali diterima Narang, dan itu diterimanya ketika ia sedang mencoba bangkit, kembali berjalan. Kedua lenganya serasa mati rasa saat ini, ia merasakan sakit yang luar biasa, kepalanya pening, hidungnya sakit, lengannya mati rasa, pipinya yang bengkak kakinya yang kram, dan itu dikarenakan gadis yang ada di dalam gendongannya saat ini. Narang berharap penderitaannya saat ini bisa secepatnya selesai. Dengan perjuangannya yang begitu besar akhirnya ia bisa sampai di kamar Nuni juga. Sesampainya di atas untungnya sudah ada pelayan yang terkaget-kaget melihat Narang menggendong Nuni dengan wajah yang sudah tertutup keringat  segera pelayan itu membukakan pintu kamar Nuni dan segera menunjukan ranjangnya, dengan hati-hati Narang meletakkan tubuh gadis itu dengan perlahan-lahan takut jika ia membangunkannya.
            Setelah tugasnya selesai, Narang terduduk di lantai kamar Nuni dengan napas terengah-engah. Di rasakan seluruh tubuhnya sakit luar biasa. Ia merasakan lengannya mati rasa, bagaimana iaakan bekerja kalau begini. Hidungnya kembali berdarah, pelayan yang datang ke kamar Nuni terkejut melihat Narang.
“Ya aaamppunn,” ujar pelayan itu melihat hidung Narang berdarah. Narang langsung menempelkan jarinya di bibirnya, pelayan itupun mengerti dan mengambilkan lelaki malang itu tisu.
“Anda perlu apa lagi,” lanjut pelayan itu sambil berbisik. Narang menggeleng dan segera bangkit dan keluar dari kamar Nuni dengan terseok-seok, tak lupa sejenak ia melihat Nuni yang terlelap menyuruh pelayannya mengganti pakaiannya dan menutupi tubuhnya dengan selimut, menutup jendela dan mematikan lampu kamar Nuni. Pelayan itupun melaksakan perintah Narang.
Setelah semuanya selesai lelaki itu keluar dan terhenti di depan tangga. Rasanya ia tidak sanggup lagi menuruni tangga ini lagi. Dengan tubuh lunglai ia terduduk sejenak sambil terbatuk-batuk, sambil menyandarkan kepalanya.  Ia  menatap kamar Nuni dari luar sembari tersenyum. Tiba-tiba supir yang tadi mengantar mereka menunjukkan Narang sebuah lift yang terletak di samping kamar Nuni. Serasa tidak percaya dengan yang ia telah alami, Narang berdiri di depan kamar Nuni sambil tersenyum dan berkata, ‘Mimpi indah,’ setelah itu berjalan masuk ke dalam lift dan turun ke lantai bawah. Sampainya di bawah mobilnya telah terparkir di depan rumah Nuni. Narang tidak yakin apakah ia mampu menyetir saat ini. Ia kumpulkan kekuatan terakhirnya, dan masuk mobil dan mengendarainya pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Narang hanya bisa tersenyum mengingat kejadian tadi. Sambil memegang piping yang sangat sakit sekarang. Harus cepat ia kompres kalau tidak bengkaknya akan lama hilangnya.
Dengan susah payah ia memasukkan mobilnya ke dalam garasi, kembali lagi ia harus terduduk di teras rumahnya sendiri sepertinya besok Ia tidak bisa lagi bangun. Dengan segera ia masuk ke rumah dan mengompres kedua pipinya. sudah larut malam. Berarti jumlah anak tangga yang ia lalui tadi jumlahnya sangat banyak sekali lain kalli ia tidak akan berbuat kesalahan lagi. Mungkin tindakannya tadi mencoba menyadarkan dirinya bahwa Nuni adalah sesuatu yang tidak mudah untuk diraih dan ditaklukan. Tapi kejadian tadi sempat membuatnya menatap wajah yang ia rindukan itu. tiba-tiba ia mengambil foto Nuni dengan figura yang cantik.  Ia menaruhnya di meja kamarnya.
“Kenapa setiap aku bertemu kamu aku selalu kayak gini…” keluh Narang. Tamparan yang ia rasakan tadi pagi entah mengapa, Narang merasa bahwa ia tidak ingin menamparnya. Mungkin perasaannya saja yang berkata seperti itu.
            Nuni terbangun, dari tidurnya dan langsung melihat rekaman CCTV yang merekam apa yang telah dilakukan Narang tadi sewaktu mengantarnya. Nuni melihat pengorbanan yang dilakukan Narang, berbeda dengan dilakukan Badai, kalau Badai pasti langsung mengomel dan menyuruhnya bangun setelah itu ia turun. Tapi Narang bukannya kesal ia malah mengantarnya ke kamarnya. Naranglah orang yang pertama kali menginjakkan kaki di kamarnya, dia orang ketiga setelah Ayah dan Ibunya yang masuk ke kamar itu. dan yang tambah membuat Nuni terpekur adalah ia masih sempat memperhatikannya menyuruh pelayannya mengganti pakaiannya menutup jendela…. Apakah Narang masih ingat dengan itu semua….?? Sedangkan Badai orang yang akan menikah denganku tidak tahu sama sekali dengan itu…??
            Dan mengapa juga ia sangat terkejut bertemu dengan Ayahnya sendiri..? Badai tidak pernah menceritakan apapun tentang adiknya itu. Dan narang juga tidak pernah menceritakannya. Nuni masih sangat bingung dengan yang terjadi di hidup Narang setelah ia pergi meninggalkan rumah itu beberapa tahun yang lalu dan bertemu kembali dengan kondisi seperti ini. Dan hidung itu… apakah karena pukulan itu, pukulan tongkat baseballnya yang ia terima karena mencoba melindungi ibunya…?? Hati Nuni sangat jauh menerawang tentang Narang, yang ia temui tadi pagi. Sebenarnya dirinya sangat merindukan sosok lelaki itu, hanya saja kekesalan hatinya karena lelaki itu tidak pernah membalas surat yang beberapa kali ia kirim. Tapi setelah bertemu dengannya rasanya ia ingin sekali sedikit menghilangkan rasa sedihnya yang ia lihat sendiri. Ia sangat terpekur melihat perjuangan Narang yang menggendongnya sampai ke kamarnya. Nuni yakin bahwa seluruh tubuh Narang sakit semua. Ia bingung harus berbuat apa jikalau dirinya bertemu lagi dengan lelaki itu.
            Narang tidak bisa tidur, ia merasakan sakit diseluruh tubuhnya saat ini, pasti besok ia tidak bisa bangun dan bekerja seperti biasa. Ia ingin sekali memaki orang yang sudah membuatnya melakukan hal konyol tadi. Menaiki tangga sambil menggendongnya sampai di kamar tidurnya, dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tiba-tiba saja di dalam keheningan malam, ponselnya berdering, dengan bersusah payah ia meraih ponselnya, siapa sih orang yang menghubunginya di tengah malam seperti ini. Ternyata, itu telepon dari Seto, kakak sepupunya.
“Halo.” Ujar Narang setengah terjaga. Sepertinya Seto memberitahu sesuatu yang sangat penting sampai-sampai menghubunginya tengah malam seperti ini. Sambil mangut-manggut setelah itu ia menaruh kembali ponselnya dan melanjutkan tidurnya.
Keesokan harinya kondisi Narang benar-benar parah. Ia bahkan tidak bangun dari tidurnya. Ia juga tinggal sendirian. Bingung harus meminta bantuan kepada siapa. Tidak lama kemudian pintu rumahnya di ketuk, terdengar suara memanggil-manggil namanya. Narang kenal dengan suara orang itu cepat-cepat Ia menelpon orang itu dan mengabarkan keadaanya. Seorang itu adalah teman Narang, ia terkejut melihat Narang menelponnya. Namanya Ken.
“Halo, kau ada dimana sih, aku di depan.” Keluh Ken. Saat ini Ia belum tahu kondisi temannya yang sedang sekarat di dalam.
“Ken, aku gak bisa bangun sekarang..” ujarnya dengan wajah kesusahan

            Tanpa berpikir panjang lagi Ken langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Takut sesuatu yang buruk terjadi. Betapa terkejutnya Ken melihat Narang dengan kondisi separah itu. Ken langsung membopong tubuh Narang dan membawanya ke rumah sakit. Walaupun Narang bersikeras menolak tapi Ken ngotot. Akhirnya Narang pasrah dengan tindakan Ken. Sudah pasti Nuni akan memarahinya habis-habisan karena ia tidak bisa bergerak hari ini. Walaupun ia tidak bisa memungkiri tubuhnya seperti mati rasa, berjalan saja susah apalagi harus membawa kendaraan.

            Sesampainya di rumah sakit, Ken yang bisanya bertingkah dingin, pagi ini begitu berbeda Ken, berubah menjadi lelaki yang cerewet dan terlalu berlebihan. Narang hanya menuruti segala sesuatu yang di lakukan oleh sahabatnya itu tidak ada gunanya menolak niat baik Ken. Setelah Narang diperiksa oleh dokter yang menanganinya, Narang diminta untuk berisitirahat dulu aktifitasnya, kalau dipaksakan lengannya bisa tambah parah. Entah mengapa hati Narang tiba-tiba menjadi sedih dengan kondisinya. Bukan karena ia tidak bisa bergerak bebas, tapi karena ia mungkin belum bisa bertemu dengan seseorang yang sudah membuatnya seperti ini. Masuk rumah sakit…? Baru kali ini kondisinya bisa drop.
            Karena kelelahan mengurus Narang seorang diri, Ken merasa capek juga dan terduduk di sofa. Baru kali ini ia melihat Narang masuk rumah sakit. Ken masih belum tahu apa-apa tentang yang terjadi pada sahabatnya itu. Tiba-tiba ponsel Narang berdering, nama Nuni muncul di layar. Narang menelan ludah melihat nama pada layar ponselnya. Apa yang harus ia lakukan, haruskah ia bilang bahwa ia masuk rumah sakit karena sudah menggendongnya tadi malam sambil menaiki tangga..?
Narang risau, tapi tiba-tiba dengan cepat Ken mengangkat telepon itu. Tidak dipedulikannya Narang yang melarangnya dengan membelalakan matanya lebar-lebar.

“Halo…” jawab Ken datar.
Nuni kaget mendengar suara yang tampaknya berbeda dari biasanya.
“Maaf ya Narang sedang di rumah sakit, tangan dan badannya mati rasa..” lanjut Ken
Sekali lagi Nuni terkejut. Narang memanggil nama Ken dengan sedikit berteriak
“Biarkan dia istirahat dulu, saya temannya.” Ken langsung menutup telepon seperti tidak terjadi apa-apa. Karena kesal Narang melempari Ken dengan bantal dan tepat mengenai wajahnya.
“Narang apa-apan sih.” Dengus Ken heran dengan tingkah Narang
“Kamu yang apa-apaan, seenak saja angkat telepon tadi.” Ujar Narang kesal
“Yah udah aku minta maaf yah kamu kan gak bisa angkat telepon jadi….” Ujar Ken sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Telepon dari siapa sih ?” Tanya Ken dengan wajah yang penuh dengan tanda tanya.
Wajah Narang langsung cemas, ia takut kalau Nuni berpikiran yang tidak-tidak saat ini.
“Apa kamu jadi seperti ini karena orang yang menelpon tadi, siapa Nuni…?” sahut Ken. Narang tidak menjawab, bisa saja karena Ken gadis itu bisa tambah marah padanya. Seperti tersambar petir di pagi hari, Ken baru sadar bahwa Nuni itu adalah wanita yang pernah ada di masa lalu Narang. Sekarang Ken sadar mengapa Narang menjadi stress sekarang. Langsung saja Ken berlutut di hadapan Narang. Ia sungguh menyesal sekarang, betapa bodohnya ia. Narang sangat berusaha keras untuk meminta maaf pada gadis itu, tapi gara-gara tindakannya tadi bisa jadi…..

“Rang, Narang aku minta maaf aku lupa, kalau Nuni….” ujar Ken dengan penuh penyesalan
“Udalah, udah terlanjur.” Ucap Narang datar sambil berbaring. Sekarang kepalanya yang bertambah sakit.
“Jadi kamu sakit sekarang karena dia..?” tanya Ken
“Iya aku gendong dia, naik tangga yang gak tahu jumlahnya berapa.” Lanjut Narang
Sekali lagi Ken hanya bisa menganga di tempatnya. Begitu besarnya pengorbanan Narang untuk gadis itu. Tanpa pikir panjang lagi Ken langsung bergegas keluar, dengan niat ia bisa bertemu dengan Nuni dan memberitahukan kondisi Narang.
“Ken, Ken,,, Keeennnnn…!!!” Sia-sia saja Ia memanggil Ken, sahabatnya itu sudah melesat jauh. Kalau saja saat ini tubuhnya tidak parah begini, Nuni tidak akan kebingungan dengan yang sudah terjadi.

            Nuni hanya bisa terduduk, pandangannya kosong. Narang sakit..?  Karena apa? Apakah karena menggendong dirinya tadi malam, melewati tangga…? Nuni tidak tahu apakah tindakannya semalam itu benar atau tidak, yang jelas ia sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Sampai-sampai menjawab telepon saja susah. Ia ingin menelpon Narang lagi tapi, di hatinya seperti ada ganjalan yang menahannya..
Narang tidak tahu harus berbuat apa sekarang, ia ingin sekali menelpon Nuni menjelaskan kondisinya dan meminta maaf atas tindakan Ken tadi. Tapi ia takut Nuni tidak mau menerima teleponnya.
            Entah darimana ia bisa tahu alamat Nuni Ken sudah sampai di rumah megah milik keluarga Nuni. Ken hanya bisa berdecak kagum, ia sudah bisa membayangkan tangga yang menjadi saksi kegigihan Narang pada saat mendakinya. Membayangkannya saja sudah membuat Ken lelah apalagi menaikinya. Tak lama kemudian keluarlah Nuni dari dalam rumah, Dengan tergesa-gesa, Ken menghampiri Nuni, tapi bodyguardnya jauh lebih besar darinya.
“Permisi Mba Nuni,,” Panggil Ken, dengan sedikit teriakan.
Merasa terusik dengan surara Ken, Nuni menghampiri dan menyuruh bodyguardnya menjauh.
“Terima kasih, tadi saya yang angkat telepon Narang, karena tangannya, gak bisa bergerak,” Jelas Ken “saya minta maaf atas tindakan saya tadi andai saya tahu kalau…”
“Iya-iya saya juga minta maaf saya tidak tahu kalau Narang… sakit..” ujar Nuni pelan.
Ken tahu bahwa Nuni sebenarnya sedih, hal itu tergambar dari raut wajahnya.
“Sampaikan pada Narang,, istirahat saja dulu. Nanti jika dia sudah sembuh dia harus kembali bekerja.” Lanjut Nuni sambil tersenyum kecil dan masuk kembali ke dalam rumah. Ken terpana pada kencantikan gadis itu. tapi langsung tersadar dan bergegas kembali ke rumah sakit menyampaikan pesan dari Nuni.

            Sudah tiga hari berlalu, selama itu pula Narang terus-terusan memikirkan Nuni. Ia sebenarnya sudah sangat ingin keluar dari rumah sakit ini dan kembali bekerja, tapi ia harus benar-benar sembuh agar tidak sakit lagi. Sampai hari ini juga Nuni belum memberikan kabarnya, bahkan sms sekalipun. Ken yang terus menjaganya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kondisi Narang, yang sebenarnya batinnya yang sakit bukan fisiknya hanya bisa tertawa saja.
“Hmm,,,, kepikiran yah…?” goda Ken. Sontak membuat Narang naik darah hendak memukul Ken, tapi tangannya belum pulih.
“Tunggu sampai tanganku pulih, aku habisi kamu.” Ancam Narang
“Aku bercanda,” Ujar Ken sambil melindungi wajahnya.
“Hmm, ngomong-ngomong waktu kamu bertemu Nuni dia baik-baik saja kan…?” tanya Narang
“Kayaknya dia sedih dengar kamu sakit deh aku bisa lihat dari wajahnya…”
“Apa ? kamu lihat apa?” tanya Narang meraih kerah baju Ken dengan susah payah.
“Yah aku lihat wajahnya masa rambutnya,” ujarnya sambil melepaskan tangan Narang dari bajunya.
“Tenang saja, aku gak akan naksir dia, kecuali aku harus mengalahkan kamu dan kakakmu.. hhh..” keluh Ken
“Aku hargai usahamu untuk mendapatkan hati gadis itu lagi kawan…” ujar Ken tulus sambil menepuk-nepuk pundak Narang.
“Makasih yah, berapa hari ini maaf kalau aku sensitif tentang Nuni,” Narang menepuk pundak Ken juga. Harus Narang akui kalau Ken tidak ada kondisinya bisa lebih parah, Ken lebih baik dari pada keluarganya sendiri. Paling tidak ia tidak akan mendengar suara-suara sumbang seperti dulu.
            Tanpa Nuni sadari, perasaan rindu mulai merambat perlahan menghiasi hatinya. Ia mulai merindukan Narang, tapi disisi ali ia masih terus memikirkan Badai… calon tunangannya. Nuni tahu Narang pasti ingin tahu kabar tentang dirinya. Mungkin ia takut kalau ia sedang bersama Badai. Entah mengapa saat sedang bersama Badai seperti saat ini melihatnya dari dekat, orang yang sangat ia inginkan dari dulu ia sangat bahagia. Tapi ada kerikil kecil yang mencoba meruntuhkan perasaannya pada Badai… Dengan cepat Nuni segera menyandarkan kepalanya di bahu kekar Badai. Badaipun langsung memeluk Nuni sambil terus berbincang dengan kliennya.
            Karena merasa sudah baikan Narang memutuskan untuk keluar dari rumah sakit, lebih awal dengan dibantu Ken mereka pun keluar dari rumah sakit, sebelum pulang Narang meminta Ken mampir ke rumah Narang, entah mengapa lelaki itu merasa Nuni berada disana… Ken menyanggupi dan mengantarkan Narang ke rumahnya. Entah mengapa hati Ken juga berdebar-debar ia takut Narang… ia buru-buru menyapu pikiran itu. sesampainya di rumah Narang, Ken membelalakan matanya melihat Nuni bersama Badai. 
Jauh di lubuk hati Narang ada perasaan bahagia dan juga sedih. Wajah Nuni sangat nyaman berada dalam pelukan Badai. Ken juga sama terkejutnya firasat Narang terbukti, ia hanya bisa melihat wajah tegar dari Narang sekaligus kecewa. Tiba-tiba Narang keluar dari mobil agar bisa melihat mereka berdua lebih dekat. Narang sangat bahagia melihat Nuni bisa bersama dengan Badai saat ini, wajahnya sangat bahagia bersama lelaki yang dari dulu ia idam-idamkan. Tiba-tiba dadanya terasa sesak, melihat dirinya yang sendirian tanpa bisa menyentuh Nuni. Kedua tangannya masih sakit, Narang tidak yakin apakah Badai melakukan apa yang ia lakukan seperti waktu malam itu. Badai tidak suka dengan hal-hal seperti itu.
Sampai semua klien Badai pergi, Badai masih setia memeluk Nuni. Nuni tersenyum bahagia dan semakin mempererat pelukannya pada Badai sepertinya enggan untuk melepaskannya. Biasanya pagi hari seperti ini sangat segar terasa tapi tidak seperti pagi ini, terutama bagi Narang tenggorokannya terasa tercekik dadanya sesak. Setelah melihat Nuni, ia masuk ke mobil dan bergegas kembali ke rumahnya.
Ken, juga dapat merasakan kesedihan Narang, udara saat ini terasa dingin tapi Narang membuka kaca mobilnya, membiarkan udara dingin merasuki hatinya yang sedang terbakar, api membara.
            Narang tidak tahu harus menempatkan hatinya dimana. Haruskah ia memperjuangkan perasaan yang sudah tumbuh bertahun-tahun, ataukah harus membuangnya dan tidak mengingatnya lagi. Haruskah ia merelakan gadis yang setiap malam ia mimpikan, terenggut orang lain? Haruskah ia tidak berbuat apa-apa, apakah ia tidak bisa mengucapkan kata suka padanya sekali saja. Ia mantapkan hatinya bersiap dengan ujian yang akan melanda hatinya lagi….
Dengan sekuat tenaga ia kembali pada pekerjaanya, menjadi supir pribadi Nuni. walaupun hatinya sudah tidak sanggup lagi tapi ia tidak mau menjadi pengecut, yang tiba-tiba menghilang. Dan akan mengakibatkan masalah lain.
            Begitu terkejutnya Nuni melihat Narang datang, ke rumahnya. Narang telah membukakan pintu mobil untuk Nuni, tapi alangkah terkejutnya Narang melihat  Badai ada bersamanya. Narang berusaha bersikap wajar memaksakan diri tersenyum.
Badai melihat Nuni, Nuni segera menjelaskannya.
“Dia supir baru…?” Tanya Badai sambil memandang Nuni.
“Ia, supir pribadi. Sengaja kalau kamu nanti sibuk aku bisa suruh dia.” Terang Nuni
Narang berusaha bersikap sewajarnya. Rasanya ingin sekali ia memeluk Nuni, tapi Badai tiba-tiba ada bersamanya lagi.
“Yah udah kalu gitu aku berangkat dulu, gak lama kok hanya 3 hari saja di London, kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Badai. Badai ada tugas di luar bisa saja itu jadi kesempatannya untuk dekat dengan Nuni.
“Oh iya selama saya gak ada Nuni gak boleh keluar dulu, kalau dia butuh seseuatu kamu bisa membelikannya.” Ujar Ayah Nuni. ternyata mereka berdua akan pergi bersama. Makin jauh saja kesempatan Narang, mungkin setelah kejadian semalam orang-orang ini semakin protektif pada Narang.
“Sekarang antar kami berdua ke bandara, Nuni bisa pakai mobil yang satu.” Ajak ayah Nuni langsung diikuti Badai. Nuni menyuruh Narang mengantar mereka. Walau sedikit tidak suka tapi Narang harus mengantar mereka, mereka berdua terkesan dengan kemampuan menyetir Narang, keselamatan Nuni lebih penting.
“Kemampuan kamu boleh juga di tambah lagi kamu masih muda, mata kamu masih segar,” Puji ayah Nuni.
“Terima kasih pak,” jawab Narang
“Saya minta maaf atas kejadian mengantar Nuni sampai kamu sakit,” ujar Badai
“Tidak apa-apa pak, saya sudah sembuh sekarang,” jawab Narang sambil tersenyum
Mereka berduapun membalas senyuman Narang.
           
            Sampailah mereka di bandara, Narang membantu membawa barang-barang ayah Nuni sementara Nuni membawa barang-barang Badai. Badai memeluk dan mengecup kening Nuni mesra. Nuni merasa malu dilihat banyak orang. Narang tidak sanggup melihat wajah Nuni melihat Badai, sepertinya tugasnya sudah selesai akhirnya mereka kembali bersatu, tapi dirinya tidak mendapatkan hatinya Nuni sepertinya Nuni benar-benar melupakannya. Andai saja ia tahu bahwa ia dan Nuni akan di jauhkan seperti ini, mengapa ia tidak menculik Nuni pergi jauh supaya tidak ada yang bisa menemukan mereka selamanya……. Pikiran gila itu melintas dipikiran Narang, tugasnya bahkan lebih berat harus menjaga gadis itu dari jauh. Ia tidak dibiarkan dekat-dekat dengan Nuni kecuali kalau ada Badai.
            Tidak sadar Narang tertawa, terbahak-bahak di dalam mobil sendirian menjaga mobil Nuni di depannya. Dia menaikkan volume music player mobil yang ia kendarai sekarang. Sampai di rumah Nuni ia harus memastikan Nuni masuk kedalam rumah dengan selamat. Berbicara saja dengannya tidak sempat. Narang keluar dari dalam mobil dengan dasi sudah dikendorkan, sambil duduk di atas mesin mobil. Sambil masih terus tersenyum, ponselnya berdering ayah Nuni menghubunginya.
“Bagaimana keadaan Nuni..?” Tanya Panji
“Baik, pak.” Jawab Narang. Setelah panggilan berakhir ia segera membanting ponselnya ke lantai, dan pecah sampai berkeping-keping. Hanya dengan cara ini mereka berdua tidak akan bisa menghubungi dirinya lagi. Sontak suara itu membuat Nuni kaget dan membuka jendela kamarnya. Melihat Narang membuka jas hitamnya, membuangnnya di lanti, melepas dasinya dengan kasar. Setelah itu ia terduduk. Dadanya naik turun. Ia ingin sekali berteriak. Dari atas kamarnya Nuni terkejut melihat Narang menjadi seperti itu, dengan cepat Ia menghubungi nomor Narang.
            Ponsel Narang ternyata masih berbunyi tanpa berpikir panjang ia mengambilnya dan hampir membantingnya, tapi tangannya terhenti melihat nama Nuni. Tanpa sadar Narang menoleh keatas ia melihat Nuni sedang melihatnya dengan wajah terkejut. Akhirnya Narang mengangkatnya.
“Halo.” Jawab Narang dengan napas naik turun. Belum pernah ia se emosi ini.
“Halo.” Jawab Narang untuk kedua kalinya
“Halo.” Jawab Narang untuk ketiga kalinya.
            Nuni seperti kehabisan kata-kata, ia bingung harus bicara apa pada Narang. Lebih terkejutnya lagi baru kali ini ia melihat Lelaki itu begitu emosi. Seperti hanyut dalam perasaan masing-masing, mereka berdua terdiam sambil masih memegang ponsel.
‘Kamu…’ tanya Nuni
‘Aku gak apa-apa, Cuma emosi tenang saja’ ujar Narang sambil melihat Nuni dari kejauhan. Narang bangkit dari duduknya meraih jasnya dan berjalan keluar dari rumah Nuni saat itu sudah pukul 10.00 malam.
Di dalam bus Narang duduk bersandar pada kaca bus pikirannya menerawang jauh. Nuni sudah melihatnya tadi ia bingung harus menjelaskan apa. Bisakah ia jelaskan bahwa ia tertekan tidak bisa melihatnya dari dekat. Ia harus berjuang menghalau perasaannya selama ini, berusaha agar tidak pergi lebih jauh lagi, ia takut tidak bisa kembali dan hilang nantinya. Nuni belum bisa memejamkan matanya. Narang… ia tahu bahwa lelaki itu sedang terluka, marah dan sedih. Nuni sadar kedua lelaki itu menginginkan dirinya. Tapi Badai telah lama berada di hatinya lama sebelum ia bertemu dengan Narang…. Sedangkan Narang, entah apa yang membuat hatinya berdesir ketika melihatnya. Di tambah lagi selama ini ia sudah meninggalkannya begitu lama. Nuni tidak bisa membohongi dirinya ia merasa nyaman berada bersama Narang, tapi ia mencintai Badai…..
Sepertinya Nuni harus mempertegas hatinya dan memberitahukan Narang agar tidak mengharapkan apa-apa darinya. Tapi apakah ia sanggup untuk mengatakan hal itu?

            Saat fajar belum menyinsing Narang sudah datang seperti yang diperintahkan kepadanya. Ia tidak bisa terus begini daripada ia terluka ia harus mendengar langsuung dari Nuni tentang perasaannya, apakah masih ada sedikit peluang untuknya. Entah mimpi atau bukan,  Narang melihat Nuni berjalan ke arahnya dengan dikawal bodyguardnya. Setelah Nuni berada tepat di depannya ternyata itu bukan mimpi. Dengan sigap Narang berdiri mereka berhadapan. Nuni meminta kedua bodyguardnya, sedikit menjauh. Nuni memulai permbicaraan dan melihat Narang memandangnya
“Aku, aku Cuma mau bilang…” Nuni mengatur napasnya “Aku masih sangat mencinta Badai. Dan juga aku gak bisa memberikan kamu harapan apa-apa..”
“Aku tahu, aku juga sedang berusaha menempatkan perasaanku sendiri”
Apakah aku harus mempertahankannya atau menguburnya dalam-dalam” terang Narang
“Narang aku gak bisa bohongi diriku sendiri, daripada kamu terluka,,,,”
Narang hanya tersenyum
“Andai dari dulu kamu bilang ini, pada saat kamu meninggalkan aku dulu. Asal kamu dari dulu sampai sekarang aku masih nunggu untuk bilang suka dan cinta sama kamu” lanjut Narang. Ia merasa seperti jatuh dari gedung 100 lantai.
“Aku gak akan pernah bertahan dengan perasaan bodoh ini, dan tidak mendapatkan apa-apa.” Desah Narang
Nuni, merasa dirinya begitu bodoh sekarang. Melukai perasaan lelaki baik ini.
Tidak terasa Narang meneteskan air mata. Ia merasa begitu bodoh menangis di depan Nuni.
“Kalau aku tahu akan jadi kayak begini, aku gak akan nerima ajakan kamu dulu..” ujar Narang sambil berurai air mata. Nuni juga tidak kuasa menahan tangisnya. Sudah banyak luka yang ia berikan kepada lelaki ini…
“Aku merasa bodoh sekarang hidup dalam perasaan yang hampa. Tugasku juga sudah selesai kamu dan Badai sekarang udah bersatu lagi, aku udah yakin pasti aku yang akan terluka karena kebodohan masa lalu.” Ujar Narang
“Sekarang aku sudah bisa pergi dari hidup kalian kan..? oh iya kamu sudah maafin aku kan..?” tanya Narang sambil tersenyum.
Narang menyentuh kedua pundak Nuni. Ingin sekali ia memeluk gadis ini.  mengajaknya pergi yang jauh. Jauh dari Badai, keluarganya, urusan kerajaan…..
“Nuni, ayo kita pergi dari sini, kita pergi ke tempat yang jauh supaya gak akan ada yang ganggu kita. Seharusnya aku bilang itu dulu bukannya membiarkan kamu pergi” Ujar Narang sambil melepaskan tangannya dari pundak Nuni.
“Tolong jangan buat aku harus menggali perasaanku yang mulai hari ini akan buang, akan ku hilangkan, semoga aku mampu. Berbahagialah dengan Badai….”

Narang perlahan berjalan menjauh meninggalkan Nuni. Tidak lupa ia membuka setelan jas, dasi pemberian Nuni dulu. Mulai hari itu ia tahu harus membawa kemana hatinya. Ia harus bisa membuat hatinya melupakan gadis itu. semua barang-barang yang berbau tentang Nuni ia simpan termasuk foto, yang berada di dekat tempat tidurnya. Rasanya ia tidak ingin menyimpannya. Tapi hal itu harus ia lakukan. Foto itu langsung ia taruh di kardus. Dan semuanya tentang Nuni. dan ia menyuruh kurir mengirimkannya kepada Nuni….
            Ken, sahabatnya selalu memberikan hiburan pada Narang. Tapi itu tidaklah mudah. Menurut Ken, Narang adalah sosok lelaki yang benar-benar setia. Sudah bertahun-tahun ia menunggu saat yang tepat untuk menyatakannya pada gadis pujaannya yang sebenarnya tidak mencintainya, hanya mengkhasihaninya saja. Pantas saja ia selalu menangis bila sedang sakit hati. Cinta memang rumit, Narang tidak pernah merasakan cinta setelah ibunya pergi, dan sosok itu ada pada Nuni gadis yang ia cintai. Tapi ia tidak bisa mendapatkan itu setelah menunggu sekian lama….
Narang bukanlah sesuatu yang harus di kasihani tapi harus di cintai, karena ia adalah orang yang mencintai dengan kasih sayang yang tulus dengan segenap hatinya…..
Semoga Narang bisa kembali mendapatkan potongan hatinya yang telah pecah dan berhamburan dimana-mana…..

To be continued……..

           
                         

Langit Biru

Langit Biru Ynofilicious       Hari ini, merupakan hari yang terasa sama saja seperti hari-hariku kemarin. Tidak ada yang berbeda. Roda ...